XINJIANG (Arrahmah.com) – Inna lillahi wa inna ilaihi ro ji’uun, empat Musimah di wilayah Xinjiang telah dipaksa mengugurkan kandungannya oleh otoritas kafir komunis Cina di bawah peraturan pemerintah Beijing yang memberlakukan kebijakan “satu anak.”
Keempat Muslimah yang malang itu di antara enam perempuan yang dipaksa untuk melakukan aborsi pada Desember lalu di Hotan, Xinjiang, sebagaimana dilansir Radio Free Asia (RFA) pada Senin (30/12/2013).
“Kami telah berencana untuk melakukan aborsi terhadap enam wanita. Empat dari mereka telah menjalani aborsi,” kata Eniver Momin, wakil kepala kota Aris Hotan, kepada RFA cabang Uighur.
“Satu wanita lagi sedang menunggu di rumah sakit untuk menjalani aborsi sementara wanita lainnya telah melarikan diri sebelum melaksanakan proses ini,” tambah Momin.
Menurut laporan, salah satu di antara empat Muslimah itu kandungannya telah memasuki umur 9 bulan dan empat ibu tersebut disuntik paksa dengan obat rangsang aborsi.
Awat Han, kepala KB di kota Arish, juga mengkonfirmasi bahwa empat aborsi paksa telah dilakukan, mengatakan bahwa ia hanya mengikuti perintah dari pihak berwenang yang bertekad memberlakukan kebijakan “satu anak” yang diperkenalkan pada 1970-an untuk menekan pertumbuhan jumlah penduduk.
Di bawah undang-undang baru yang disahkan pada akhir Desember lalu, pasangan menikah di Cina hanya akan diizinkan untuk memiliki anak kedua jika salah satu pasangannya adalah anak tunggal.
Kebijakan tersebut juga berlaku bagi warga Muslim etnis Uighur. Padahal, karena etnis Uighur adalah minoritas seharusnya dikecualikan dari kebijakan seperti ini.
Bayi suci jadi korban aborsi paksa
Akibat tindakan aborsi paksa ini, bayi yang masih suci telah menjadi korban. Keluarga Memettursun Kawul mengalami duka yang mendalam karena kehilangan puteranya yang telah dinanti untuk lahir ke dunia.
Suami dari salah satu perempuan yang dipaksa aborsi ini mengatakan bahwa isterinya melahirkan bayi laki-laki saat proses aborsi, meski awalnya dalam keadaan hidup tetapi satu jam kemudian bayi itu meninggal dunia.
Kawul, yang telah memiliki tiga anak perempuan, mengatakan bahwa ia telah menanti dengan cemas kelahiran putera mereka. Tetapi para pejabat di kota itu telah memaksa isterinya untuk masuk ke rumah sakit untuk melakukan aborsi sejak saat usia kehamilannya enam bulan pada November tahun lalu. Pihak Kawul telah menawarkan untuk membayar denda tetapi ditolak.
“Kami mengatakan bahwa kami telah bersedia untuk membayar denda sebesar 50.000 hingga 100.000 yuan, tetapi mereka menolak,” katanya.
Kawul juga mengatakan bahwa ia dan isterinya telah berusaha bersembunyi ke kota lain paada bulan November, tetapi Awat Han mendatangi mereka bersama dua polisi dan membawa paksa isterinya ke Rumah Sakit Nurluq di kota Arish.
Pasangan Muslim tersebut telah berusaha menyelamatkan bayi mereka dengan memabwanya ke rumah sakit lain setelah dilahirkan secara paksa menggunakan obat aborsi, namun anak mereka ditakdirkan meninggal dunia yang nampaknya disebabkan oleh obat aborsi itu.
Muslim di Xinjiang telah lama mengalami diskriminasi dan penindasan dari otoritas Cina. Puluhan Muslim bahkan telah meninggal dunia dalam beberapa bulan terakhir akibat ditembak mati oleh polisi Cina dengan dalih terlibat “terorisme” atau “ekstremisme agama.”
Kelompok-kelompok Hak Asasi Manusia telah mengecam penindasan seperti itu terhadap etnis Uighur, mengatakan bahwa otoritas Cina telah membesar-besarkan isu “terorisme” untuk melegalisasi penindasannya terhadap Muslim Uighur. (siraaj/arrahmah.com)