BAGHDAD (Arrahmah.com) – Meski Perdana Menteri Irak Nouri Al-Maliki mengaku tak ada kesepakatan apapun antara Irak dengan AS dalam Kesepakatan Keamanan baru-baru ini, namun sebuah sumber media mengungkap sejumlah lampiran pasal-pasal rahasia dalam kesepakatan itu.
Harian Yordania Al-Haqiqah Ad-Dauliyyah mengutip sejumlah sumber yang mengungkap lampiran pasal-pasal rahasia kesepakatan Irak-AS, yang rencananya akan disahkan parlemen pada Rabu (26/11) hari ini, di mana pasal-pasal itu sangat berbahaya bagi masa depan Irak dan kawasan regional.
Berikut ini pasal-pasal rahasia yang diberitakan harian Yordania itu:
Pertama, Militer AS diperbolehkan mendirikan kamp-kamp dan pangkalan-pangkalan militernya. Kamp-kamp itu akan menjadi penyokong tentara Irak, dan jumlahnya sesuai situasi keamanan dan sesuai keinginan Irak setelah berkonsultasi dengan Kedubes AS di Baghdad, pejabat militer AS, petugas lapangan, Dephan Irak dan pihak-pihak terkait.
Kedua, pentingnya sebuah kesepakatan bukan sebuah janji.
Ketiga, pemerintah Irak dan badan peradilannya tak punya hak untuk mengadili militer AS atau personilnya dan kekebalan itu juga diperluas bagi perusahaan-perusahaan sekuriti, sipil, militer, dan pihak-pihak yang punya kaitan dengan militer AS.
Keempat, tidak adanya penetapan kewenangan militer AS dari pemerintah Irak. Pemerintah Irak tak berhak membatasi pergerakan militer AS itu, tidak juga batasan yang dipergunakan kamp (AS) dan tidak juga jalan-jalan yang dipergunakan (AS).
Kelima, militer AS diperbolehkan mendirikan pos-pos keamanan, termasuk di dalamnya sel-sel penjara khusus yang berada di bawah kontrol militer AS.
Keenam, militer AS diperbolehkan melakukan aktifitas penangkapan atas siapapun yang dicurigai tanpa harus meminta izin dari pemerintah Irak dan lembaga-lembaganya.
Ketujuh, militer AS bebas menyerang negara manapun atas dasar ancaman keamanan, perdamaian dunia dan kawasan serta Irak, baik pemerintahnya maupun undang-undang dasarnya, atau alasan karena (negara) itu provokator terorisme dan milisi bersenjata, dan AS tidak dilarang untuk berangkat dari tanah Irak dan memanfaatkan daratannya, airnya serta udaranya.
Kedelapan, pemerintah AS harus diberikan otoritas untuk tahu dan diminta konsultasi terkait hubungan internasional, regional dan perjanjian-perjanjian dengan alasan menjaga keamanan dan undang-undang dasar.
Kesembilan, militer AS akan mengendalikan Dephan dan Depdagri serta intelejen Irak selama 10 tahun.
Kesepuluh, keberadaan militer AS di Irak dalam jangka waktu yang panjang dan tidak terbatas, dan keputusan hal itu sesuai situasi Irak dan bisa juga adanya pertimbangan kembali antara Irak dan AS. (Hanin Mazaya/warnaislam)