QUSAYR (Arrahmah.com) – Kota strategis Qusayr, provinsi Homs, Suriah masih dalam pengepungan hingga saat ini. Pemboman dan pertempuran sengit masih berlangsung. Dalam sebuah video yang direkam pada 24 Mei 2013 oleh Kantor Media Qusayr, yang dipublikasikan dalam terjemahan bahasa Inggris oleh Shaam News Network (SNN) pada 6 Juni 2013, menunjukkan saat-saat pesawat tempur rezim membombardir kota Qusayr.
Seorang juru kamera yang sedang berjalan di kota tersebut saat itu, merekam berbagai luapan emosi dari warga sipil yang berada di tengah hujan bom. Inilah salah satu bukti dari sekian banyak bukti nyata yang menunjukkan kekejaman tentara rezim Nushairiyah dan milisi-milisi Syiah pendukungnya terhadap warga sipil Muslim Suriah.
Saat itu ada penduduk yang menangis dan terkejut, sebagian ada yang menghitung kerugian mereka, dan sebagian mengucapkan rasa syukur karena masih hidup. Ada juga seorang pria tua yang muncul dalam video itu yang paling menunjukkan emosinya atas apa yang terjadi akibat tangan-tangan berdarah dingin, ia menyampaikan luapan emosi dan pesan terhadap Bashar Assad dan sekutunya Hassan Nasrallah (pempimpin milisi bersenjata Syiah Hizbullah).
“Ya Allah..ya Allah. Al-Qusayr, pesawat-pesawat tempur sedang membombardir kota Qusayr,” kata juru kamera itu sambil merekam situasi di sekitarnya yang sedang dihujani bom.
Terlihat para warga, termasuk wanita, mencoba menyelamatkan diri mereka dengan berlarian mencari tempat yang aman.
Seketika rumah-rumah warga hancur akibat bom-bom yang dijatuhkan pesawat rezim.
Di salah satu rumah, juru kamera itu bersama warga lainnya menemukan ada warga sipil, wanit dan anak-anak yang sedang menangis, yang terjebak dalam rumah mereka. Wanita: “Apakah kalian semua baik-baik saja?”
Segera mereka mengevakuasi wanita dan anak-ana itu. Seorang pria berkata: “Sayang, sayang, kemari. Kesini sayang.”
Pria kedua: “Hussein, keluar..keluar.”
Juru kamera bertanya kepada seorang ibu itu: “Apakah anda baik-baik saja?”
“Tidak, Alhamdulillah saya baik-baik saja, tetapi kami tidak tahu ini akan terjadi” jawabnya.
Anak-anak itu terlihat mengalami luka-luka, kemudian mereka membawa anak-anak itu ke rumah sakit.
Di rumah lainnya juru kamera bertemu dengan satu keluarga yang memberitahu bahwa ada para korban luka dan menunjukkan bahwa rumah mereka rusak berat akibat terkena pecahan bom. Tetapi mereka bersyukur bahwa mereka masih selamat.
Hampir seluruh rumah warga sipil di kota itu hancur akibat pemboman.
Di salah satu sisi kota itu, juru kamera juga bertemu dengan seorang kakek tua yang memakai tongkat, ia meluapkan emosinya atas pemboman ini dengan melantunkan syair.
“Allah mengutuk jiwamu, Hafiz (Assad) -Ayah Bashar Assad- atas hal bodoh yang kau ciptakan.”
“Kau menghantam kami dengan bom kimia, kau, kau, kau keledai Bashar.”
“Dan kau masih belum selesai melakukannya, kau masih belum puas.”
“Sekarang kau kembali lagi, dengan rudal udara”
“Allah mengutuk jiwamu, Hafiz (Assad) atas kebuasan yang kau ciptakan ini.”
“Aku? aku? tempo hari, saya mengatakan Alhamdulillah saya selamat. Di hari itu hingga enam orang dari keluarga ini, enam orang dari keluargaku, dan Aku beritahu kalian, aku bersumpah pada kalian, aku akan mengejarnya (Bashar Assad). Salah satu dari mereka patah, salah satu dari mereka terluka,” kata pria tua itu.
“(Bashar Assad), kau telah mengeringkan air susu di dada para ibu. Dan kau (Bashar Assad) telah mengepung kami selama setahun. Kau tidak meninggalkan apapun yang kau belum pernah melakukannya. Kau telah menghantamkan kegilaan di kepala-kepala orang-orang tua maupun muda. Orang-orang masih takut tampil dalam foto. Allah mengutuk jiwamu, Hafiz (Assad)! Hafiz (Assad), Allah mengutuk jiwamu, Hafiz! Allah mengutuk jiwamu Hafiz, Allah mengutukmu, dan babi-mu Hassan (Nasrallah). Si babi Hassan (Nasrallah)! Babi! sampah yang hina, yang akan aku kejar ke Beirut (Libanon)!,” lanjut kakek itu.
“Biarkan sejarah mencatat hari ini, biarkan sejarah mencatat apa yang sedang terjadi. Sejarah akan mencatat semuanya ini. Dan anak laki-laki kecil ini tidak akan melupakan ini,” tegasnya sambil menunjuk ke arah anak kecil. “Kami sudah merasa cukup. Kami tidak butuh Hassan (Nasrallah)! Baru saja kemarin wahai Hassan (Nasrallah)! para wanita dan anak-anakmu tidur di rumah kami. Kami tinggalkan rumah terbaik, perabotan rumah tangga terbaik, dan memberikannya kepada mereka. Kami memberi rakyatmu makan dan meninggalkan anak-anak kami tanpa makanan. Wahai Hassan babi! sungguh memalukan untuk memanggilmu dengan sebutan lainnya. Ini adalah aib! Kau tidak memiliki kehormatan!”
Biarkan sejarah mencatat hari ini!
Sejarah akan mencatat semuanya ini!
(siraaj/arrahmah.com)