Setelah Irak porak poranda dan kini tercabik-cabik oleh pertikaian sektarian, satu persatu para tokoh pengobar perang di Irak yang semula mendukung invasi AS dan pasukan koalisinya, mengakui kekeliruan mereka.
Collin Powell
Pada tahun 2003, Collin Powell meyakinkan PBB bahwa Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal. Setahun kemudian, setelah serangan AS sudah terlanjur menghancurkan sendi-sendi kehidupan rakyat Irak ditambah perlawanan keras dari para pejuang Irak, pada tahun 2004 Powell mengakui bahwa tudingannya tentang senjata pemusnah massal di Irak “salah dan tidak akurat, dalam beberapa hal bahkan secara sengaja informasinya dibuat menyesatkan.”
Kolonel Tim Collins
Kolonel Angkatan Darat AS ini sangat terkenal dengan pidatonya dalam menyemangati pasukan koalisi untuk bertempur di Irak. Tapi pada September 2005 lalu Tim Collins membuat pernyataan bahwa invasi ke negeri 1001 malam itu justru menjadi pendorong bagi munculnya pendukung-pendukung Al-Qaidah baru. Ia juga mengatakan,”Sejarah mungkin akan mencatat invasi ini justru dijadikan alasan bagi Al-Qaidah untuk melakukan rekruitmen terbaik dari yang pernah dilakukannya.”
Paul Bremer
Mantan Kepala Otoritas Sementara Pasukan Koalisi di Irak ini pada bulan Januari kemarin mengakui bahwa invasi AS adalah pekerjaan yang sangat berat dari yang pernah diperkirakannya. “Kami benar-benar tidak mengira kekacauan akan terjadi,” katanya.
Zalmay Khalilzad
Duta besar AS di Irak ini pada bulan Maret mengatakan,”Kami telah membuka kotak pandora.” Irak akan “menjadikan Taliban Aghanistan seperti mainan anak-anak” kecuali kekerasan bisa diatasi.
Jack Straw
Ia adalah mantan menteri luar negeri Inggris, yang oleh surat kabar The Independent disebut sebagai salah satu “cheerleader” perang Irak. Pada bulan September lalu, Straw akhirnya menyatakan bahwa situasi Irak sekarang sangat mengerikan. “Saya pikir banyak kesalahan diperbuat setelah aksi militer oleh pemerintah AS-tidak ada keraguan atas hal itu,” katanya.
Jenderal Sir Richard Dannat
Jenderal Inggris dalam wawancara di bulan Oktober mengakui,”Saya tidak mengatakan bahwa semua kesulitan yang kami alami di seluruh dunia disebabkan oleh kehadiran kami di Irak, tapi tidak diragukan lagi bahwa kehadiran kami di Irak membuat situasi lebih buruk.”
Richard Perle
Disebut sebagai salah seorang intelektual “goodfather” perang di Irak, Perle mengubah pandangannya pada bulan November dan mengakui bahwa “sebuah kesalahan besar sudah dilakukan” dalam invasi ke Irak. Ia berujar,”Tingkat brutalitas yang telah kami saksikan benar-benar menyeramkan.”
Donald Rumsfeld
Sebuah memo yang ditulis mantan menteri pertahanan yang selama ini dikenal bersikap keras soal invasi AS di Irak, terungkap pekan ini. Dalam memo itu Rumsfel menyatakan, ia telah mencari upaya mengubah taktik. “Menurut saya, kini saatnya melakukan penyesuaian besar… apa yang dilakukan pasukan AS di Irak tidak cukup berhasil,” tulisnya.
Robert Gates
Robert Gates adalah pengganti Donald Rumsfeld dan kini menjabat sebagai Menteri Pertahanan AS yang baru. Ketika ditanya oleh seorang anggota senat apakah AS memenangkan perang di Irak, Gates menjawab,”Tidak, Sir.” Ia bahkan mengingatkan situasi di Irak saat ini bisa mengarah pada “peperangan besar di kawasan regional.”
Mereka, yang dulu begitu bersemangat mengobarkan perang di Irak boleh saja mengakui kekeliruannya. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Rakyat Irak sudah kepalang menderita, negeri 1001 malam itu sudah hancur binasa, pertanyaannya sekarang, apakah orang-orang ini mau mempertanggungjawabkan perbuatannya? (ln/TheIndependent)