(Arrahmah.com) – Kehadiran sekitar 6.000 imigran Syiah di seluruh wilayah Indonesia sejak Oktober 2014 lalu memang mengundang banyak pertanyaan. Tapi, apakah sebenarnya yang memicu kecurigaan masyarakat setempat terhadap imigran Syiah?
Selama beberapa hari terakhir, Fajar Shadiq, anggota Jurnalis Islam Bersatu (JITU) menelusuri fakta imigran Syiah di Balikpapan. Patut diakui, ada sejumlah kejanggalan yang menimbulkan pertanyaan besar. Berikut fakta kejanggalan-kejanggalan imigran Syiah di Balikpapan,
1. Bisa memakai fasilitas penerbangan domestik
Menurut Ketua Komisi I DPRD Balikpapan, H. Syukri Wahid, sejak Bulan Oktober hingga 7 Desember gelombang imigran masuk ke bandara udara Balikpapan lewat satu maskapai penerbangan.
“Itu setiap hari ada, datangnya 4-5 orang tiap hari kecuali tanggal 5 Desember. Sebelumnya juga datang secara bertahap,” ujar Syukri Wahid kepada JITU.
Pertanyaannya adalah, kenapa maskapai penerbangan mengizinkan? Padahal para imigran itu hanya bermodalkan sertifikat UNHCR. Sementara, di sertifikat UNHCR itu tertulis pemegang sertifikat tersebut tidak boleh mendekati area bandara. “Dekat saja tidak boleh kenapa bisa difasilitasi?” tanya Syukri.
2. Mayoritas imigran tersebut berasal dari Afghanistan
UNHCR menyatakan sampai dengan akhir November 2014, ada 6,348 pencari suaka terdaftar di UNHCR Jakarta secara kumulatif.Sebagian besar dari mereka berasal dari Afghanistan (60%), Iran (9%), Somalia (6%) dan Iraq (6%). Tentu ini juga mengundang pertanyaan. Mengapa para imigran dari suku Hazara di Afghanistan itu seperti ‘diarahkan’ ke Indonesia? Siapa yang mengatur kedatangan mereka?
Padahal kita tahu banyak negara lain yang juga tengah dirundung konflik seperti Suriah, Iraq, Libya, Yaman, Pakistan atau Myanmar yang paling dekat. Tapi justru mengapa jumlah pengungsi Afghanistan yang berideologi syiah ini yang mendominasi jumlah pengungsi di Indonesia?
3. Tidak ada identitas
Dari wawancara anggota JITU kepada pihak imigrasi di Balikpapan, memang para imigran syiah tersebut hanya bermodalkan sertifikat pengungsi dari UNHCR untuk bisa masuk ke Indonesia. Mereka sama sekali tidak memiliki paspor, KTP atau penanda identitas lainnya. Bahkan, menurut Ketua Komisi I DPRD Balikpapan, H. Syukri Wahid yang sempat bertanya kepada salah seorang pengungsi Afghan, mereka telah membuat paspor palsu sampai ke Malaysia, tapi kemudian mereka bakar.
Menurut para pengungsi, mereka lari dari Afghanistan menuju Pakistan kemudian menelusuri jalan darat hingga Thailand dan akhirnya Malaysia. Mereka tiba di Malaysia dengan membawa paspor palsu, tapi kemudian mereka bakar ketika akan sudah tiba di Indonesia supaya tidak dikenai delik pemalsuan identitas. “Ketika sudah di Indonesia mereka membakar paspornya. Jadi dia tahu kelemahan kita ini. Tidak seperti di Malaysia yang ketat. kita ini terlalu longgar,” ujar Syukri Wahid.
4. Data pengungsi terkesan direkayasa
Jika dilihat dari penampilan dan perawakan para imigran syiah ini, maka bisa diambil kesimpulan bahwa mereka memang angkatan kerja. Mereka muda, tanpa perempuan dan anak kecil dan fisiknya cukup baik. Tapi setelah kami amati dalam daftar nama para imigran syiah ini banyak dari mereka yang lahir pada tanggal 1 Januari. Terlalu mudah untuk suatu kebetulan.
5. Rudenim baru dibuat langsung overload
Menurut pihak imigrasi Balikpapan, Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Lamaru baru diresmikan pada bulan Oktober 2014, dengan dana sepenuhnya ditanggung IOM (International Organization of Migration). Sementara, Australia telah menutup pintu pengungsi dan pencari suaka sejak 1 Juli 2014. Oleh karena itu, para imigran ini berbondong-bondong ke tempat yang ada Rudenimnya, karena di situ mereka berharap didata oleh UNHCR.
“Dengan ditutupnya pintu Australia bagaimanapun caranya bisa sampai gak diproses, terus akhirnya mereka (imigran) mengunjungi tempat-tempat yang ada Rudenimnya berharap bisa masuk ke Rudenim,” ujar Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban Rumah Detensi Imigrasi Lamaru Balikpapan, Edu Andarius Aria saat ditemui di Balikpapan pada Kamis (11/12).
Saat ini, ada sekitar 300 imigran di Balikpapan, sementara kapasitas Rudenim hanya menampung 144 orang.
6. Fasilitas mewah
Dengan bantuan dari sebuah NGO bernama IOM, (International Organization of Migration), para imigran ini betul-betul dibuat nyaman tinggal di Indonesia. Tiap hari, mereka mendapatkan jatah makan catering 3×1 hari, mendapat ruang menonton televisi beragam saluran internasional via TV kabel, fasilitas olahraga yang lengkap, serta rekreasi berenang ke laut setiap pekannya.
Yang lebih gila lagi, pada Hari Imigran Internasional yang jatuh pada 18 Desember, IOM akan mendatangkan hiburan berupa band musik ke dalam Rudenim.
Laporan Fajar Shadiq
(ukasyah/arrahmah.com)