Sejujurnya aku berpikir bahwa perang di Suriah tidak akan pernah berakhir. Sebagai penduduk asli, aku telah memotret perang di Aleppo selama tiga tahun. Kamis lalu adalah hari paling sadis yang pernah ada di kotaku setelah lama bertahan.
Aku mengambil gambar dari penyelamatan bayi di distrik perumahan Al-Kalasa, yang dikendalikan oleh oposisi dan dikepung oleh pasukan rezim. Ketika serangan udara menghantam, aku berada dalam radius beberapa ratus meter, dengan kendaraan pertahanan sipil. Aku berlari menuju titik kejadian untuk memotretnya dengan kamera saya.
Ketika serangan udara menghantam, biasanya tetangga yang pertama datang untuk membantu yang terluka. Petugas penyelamat dari pertahanan sipil, banyak dari mereka telah dilatih di Turki, mengambil alih setelah mereka tiba di lokasi kejadian. Itulah yang terjadi Kamis lalu.
Ketika kami tiba di sana, seorang wanita menangis meminta bantuan dari dalam gedung apartemen yang rusak. Dia, suami, dan bayinya terjebak dalam apartemen yang hancur dan tidak memiliki cara untuk turun ke bawah.
Operasi penyelamatan berlangsung sangat cepat. Pasukan pertahanan sipil menempatkan tangga ke apartemen mereka, untuk menyelamatkan bayi terlebih dahulu. Meskipun apartemen mereka hancur, entah bagaimana, tiga orang itu tidak terluka. Aku memotret penyelamatan bayi itu dan keluarganya akhirnya berkumpul. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada mereka setelah itu, aku tidak tahu siapa mereka.
Kamis lalu adalah hari yang paling mengerikan di Aleppo, dan sepekan terakhir telah menjadi salah satu yang terburuk dari kota yang penuh luka ini. Sejak awal serangan rezim pada 22 April, lebih dari 250 warga sipil tewas dalam pemboman.
Penyerangan Aleppo selama perang tak menyisakan satu pun ragam kehidupan. Tidak ada restoran, kafe, tempat-tempat rekreasi, dan tidak ada jejak kehidupan budaya yang kaya yang telah berkembang di kota terbesar kedua di negara ini sebelum perang. Aleppo merupakan salah satu kota paling berbahaya di dunia.
Sulit untuk bekerja sebagai fotografer di Suriah, itu profesi berbahaya. Pertama, karena Anda harus berada di tengah-tengah aksi untuk mendapatkan gambar terbaik. Tapi juga, karena banyak orang yang terganggu oleh fotografer dan kadang-kadang menyerang mereka. Tahun lau, di lingkungan Al-Fardous, seorang fotografer mendapati kameranya rusak oleh orang-orang yang marah setelah fotografer itu memotret wanita.
Seperti yang lainnya, aku secara pribadi terpengaruh oleh pertempuran. Aku terluka oleh dua peluru pada April 2012. Ayahku juga terluka, setelah menolong sepupuku.
Banyak dari teman-temanku telah meninggalkan Suriah menuju Turki dan kemudian ke Jerman. Tahun lalu, aku juga berpikir untuk pergi, namun akhirnya aku memutuskan untuk bertahan dan terus bekerja. Aku ingin menunjukkan pada dunia luar tentang penderitaan yang dialami oleh rakyat Suriah.
Oleh: Ameer Alhalbi, fotografer asal Aleppo, Suriah.
(fath/afp/arrahmah.com)