JAKARTA (Arrahmah.com) – Terkait pernyataan Ketua Presidium Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Anas Urbaningrum dihadapan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seputar Down Payment (DP) Harrier yang berasal dari Capres Partai Demokrat 2009 Yang juga ketua Umum Partsi Demokrat yang sekarang,Susilo Bambang Yudhoyono dan soal dugaan dana fiktif Pilpres 2009 Partai Demokrat yang berasal dari aliran dana bailout Bank Century,seharusnya tidak perlu ada yang panic dan kebakaran jenggot.
Menurut Juru Bicara PPI Ma’mun Murod Albarbasy, pernyataan Anas Urbaningrum itu sudah sesuai dengan janjinya ketika berhenti sebagai Ketua Umum Partai Demokat yang akan membuka halaman-halaman baru.
” Pastinya Anas Urbaningrum sedang tidak dalam posisi membuat gosip-gosip murahan atau sekedar mengumbar pernyataan untuk menyudutkan Partai Demokrat dan SBY. Tetapi Anas Urbaningrum sedang menjalankan kewajibannya sebagai warga negara yang patuh terhadap hukum, yang telah dipaksa menjadi Tersangka oleh KPK,” ujar Ma’mun dalam keterangan Pers yang digelar di Rumah Pergerakan PPI, Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat (28 /3/ 2014).
Ma’mun menambahkan, keterangan Anas di hadapan penyidik KPK adalah keterangan yang terukur dan akuntabel sehingga harus diperlakukan sebagai keterangan yang wajib ditindaklanjuti.
“Ketika Anas Urbaningrum membuka fakta baru terkait sumber dana DP Harrier, seharusnya kalau ada yang membantah, silakan dibantah ke KPK, karena Anas Urbaningrum menyatakan hal tersebut di hadapan penyidik KPK dalam proses pemeriksaan,” tambahnya.
Tak hanya itu, Ma’mun juga menyarankan Juru Bicara Kepresidenan Julian Adrian Pasha, Menkopulhukam Joko Suyanto, Capres Pramono Edhie Wibowo, atau siapa saja yang mendadak jadi jubir Presiden atau Partai Demokrat untuk memberi keterangan kepada dihadapan penyidik KPK untuk membantah.
“Juru Bicara Kepresidenan Julian Adrian Pasha, Menkopulhukam Joko Suyanto, Capres Pramono Edhie Wibowo, atau siapa saja yang mendadak jadi jubir Presiden atau Partai Demokrat itu kalau benar lebih tahu silakan beri keterangan di hadapan Penyidik KPK, sehingga menjadi terukur dan bisa dipertanggungjawabkan. Bukan hanya statemen panik tidak berbasis fakta,” saran Ma’mun.
Terkait laporan dana fiktif di Pilpres SBY-Boediono 2009, menurut Ma’mun adalah BAB baru dari upaya Anas sebagai warga negara untuk membantu KPK dalam mengungkap mengungkap kemungkinan adanya benang merah antara Kasus Century dengan aliran dana Pilpres 2009 kepada pasangan SBY Boediono.
“Semestinya KPK menilai informasi ini sebagai sesuatu yang serius, bukan malah Ketua KPK,Abraham Samad dan juru bicara KPK,Johan Budi yang dibayar rakyat dan negara untuk menjadi penyidik dsan menangkap Koruptor siapapun orangnya,ternyata berbalik menjadi pembela SBY mati matian dengan sibuk membangun opini dan bukan mengungkapkan fakta hukum,” katanya.
Bagi Ma’mun dan PPI, Kasus Century lebih layak dikenakan TPPU dari pada kasus Harrier yang telah mentersangkakan Anas. “Kalau mau jujur, jauh lebih layak Kasus Century dikenakan TPPU dari pada kasus Harrier yang mentersangkakan Anas Urbaningrum. Jelas-jelas ada permasalahan soal aliran dana Century yang gelap dan harus ditelusuri,” ujarnya.
Ma’mun juga mengajak rakyat Indonesia untuk menagih janji Ketua KPK Abraham Samad yang berjanji menuntaskan kasus Century dalam waktu satu tahun dengan pertaruhan mundur dari jabatannya bila tidak tertepati.
“Rakyat Indonesia perlu menagih janji Abraham Samad yang katanya kalau dalam waktu satu tahun tidak berhasil menyelesaikan Kasus Century akan mundur dari jabatannya sebagai Ketua KPK. Kami sendiri sangsi Abraham Samad akan serius menuntaskan Kasus Century, karena yang bersangkutan sekarang mulai ngebet berpolitik ingin menjadi Cawapres,” seru Ma’mun.
Sedangkan yang terkait dengan bantahan para elit yang berada disekitar SBY yang ramai-ramai membantah data yang disampaikan Anas Urbaningrum, termasuk menyebut Anas tidak termasuk Timkamnas SBY-Boediono terkait dengan sumbangan-sumbangan fiktif pada pasangan SBY-Boediono, bagi Ma’mun yang jelas fiktif itu sudah pasti kebenarannya.
“Di sana terdapat nama Anas Urbaningrum dicatut sebagai salah satu penyumbang, padahal tidak pernah ikut menyumbang. Sehingga perlu ditelusuri darimana sumber dananya. Masih ada lagi nama-nama fiktif lainnya,” tandasnya. (azm/arrahmah.com)