JAKARTA (Arrahmah.com) – Ustadz Deden Muhammad Makhyaruddin, MA, peraih Juara 1 Musabaqah Tahfiz, Tajwid, dan Tafsir Al-Quran (MTTTQ) Internasional untuk kategori bergengsi lomba hafalan Qur’an 30 juz dan tafsirnya dalam memperebutkan Piala Raja Mohammed VI ke-6, yang diadakan pada 4-7 Februari 2011 di Casablanca, Maroko, menyatakan menghafal al-Qur’an itu sangatlah mudah.
“Semudah bernafas,” ujarnya, “Kecuali yang berpenyakit ‘asma’; hatinya kena asma, imannya yang kena asma, ” katanya pada acara pembukaan Rumah Tahfidz Daarul Huffadz di Jati Waringin, Jakarta Timur, Ahad (6/9/2015).
Ustadz Deden memaparkan, jika al-Qur’an diibaratkan oksigen, maka menghafalkannya seperti bernafas dengan al-Qur’an.
“Siapapun Anda, Anda adalah penghafal al-Qur’an. Tidak ada manusia yang bisa hidup tanpa oksigen. Sebagaimana tidak ada manusia Mukmin yang bisa hidup tanpa al-Qur’an,” ungkapnya di depan puluhan hadirin.
Ustadz Deden mengibaratkan menghafal al-Qur’an seperti menyantap makanan. Makan atau menghafal akan nikmat jika dilakukan sesuai kebutuhan suapan makanan atau asupan hafalan.
“Makan yang enak tuh makan yang sesuai comotannya. Coba kalau makan langsung sepiring (masuk mulut), enak tidak?” ujar pria ramah senyum ini bernada guyon.
Dia menganalogikan, jika sebuah bakul nasi bermuatan 30 piring, maka untuk menghabiskannya mesti tahap demi tahap.
Begitu pula, untuk menghafal 30 juz al-Qur’an, dilakukan dengan langkah demi langkah.
“Ketika makan, comot (nasi) 1 kali suap sesuai ukuran perut kita dan kebutuhan kita,” katanya.
Dalam satu hari, lanjut dia, hafalkan al-Qur’an sesuai yang dibutuhkan. Apakah 1 lembar, 1 surat, 1 ayat, bahkan seperempat ayat.
“Sesuai kemampuannya, kapasitas hatinya, sesuai yang bisa ditangkap,” jelasnya.
Kata dia, kalau pas comotan ayatnya, biasanya bisa langsung hafal sekaligus. Tapi kalau tidak pas, tidak bisa.
“Jangan sekali-kali meremehkan 1 ‘suap’ (hafalan). ‘Ah, segitu doank, satu suap’. Jangan! Sedikit disyukuri, nanti bisa nambah,” ujarnya.
“Rasa senang (saat menghafal) itu menjadikan penghafal tidak akan kuat kalau berpisah dengan ayat itu, nggak bakal lupa. (Itu) kalau sudah syukur,” lanjut Deden yang bisa menghafal 30 juz al-Qur’an dalam 56 hari ini.
Terkadang ada orang bilang, pernah menghafal 1 juz al-Qur’an tapi lupa lagi. Hal itu, kata dia, menandakan ketidaksyukurannya atas hafalannya.
Resep berikutnya, jelas Deden, jangan mau cepat-cepat menghafal al-Qur’an. Sebab itu pertanda belum nikmat dalam menghafalkannya.
“Ada nggak yang pengen makannya cepat -cepat kenyang, cepat habis? Emang tujuan makan itu untuk habis atau untuk dinikmati? Emang untuk dinikmati, ntar akan habis sendiri,” jelasnya masih dengan analogi makanan.
Kalau seseorang sudah nikmat dalam menghafal al-Qur’an, ia sama sekali tidak menginginkan cepat-cepat habis.
“Itu tandanya sudah nikmat. Kalau sudah nikmat, kapan pun kita itu bakal selesai (menghafalnya),” tukasnya, dikutip dari Hidayatullah.com. (azm/arrahmah.com)