GAZA (Arrahmah.id) – Pada Senin (28/4/2025), sayap militer Gerakan Jihad Islam, yaitu Saraya al-Quds, merilis sebuah video yang menegaskan bahwa satu-satunya jalan untuk membebaskan para tahanan yang ditahan di Jalur Gaza adalah melalui kesepakatan pertukaran tawanan dengan pihak perlawanan Palestina.
Video ini merupakan bagian terbaru dari serangkaian rekaman yang dirilis Saraya al-Quds, dan diberi judul: “Kesepakatan Serius untuk Mengembalikan Tawananmu… Ini Satu-satunya Solusi.”
Dalam video tersebut, ditampilkan cuplikan dari pidato Perdana Menteri ‘Israel’, Benjamin Netanyahu, yang menegaskan bahwa satu-satunya cara untuk memulangkan para tawanan adalah melalui “tekanan militer.”
Selain itu, video ini juga memperlihatkan rekaman protes warga ‘Israel’ yang menuntut pemerintah segera melakukan kesepakatan komprehensif, bukan separuh-separuh, untuk memulangkan seluruh tawanan ke keluarga mereka.
Dalam video itu, juga muncul Baron Barslavsky, seorang tentara ‘Israel’ yang menjadi tawanan Saraya al-Quds. Pada pertengahan bulan ini, ia menyampaikan pesan bahwa “darahnya ada di tangan Netanyahu” karena “tidak ada satu pun tawanan yang bisa dipulangkan lewat tekanan militer,” sambil meminta Netanyahu untuk berhenti berbohong.
Video ini juga menampilkan potongan pidato lama dari Abu Hamzah, juru bicara Saraya al-Quds (yang kini telah gugur), yang menyampaikan kepada warga ‘Israel’ bahwa satu-satunya jalan untuk mengembalikan para tawanan adalah dengan “menarik diri dari Gaza, menghentikan agresi, dan melakukan kesepakatan pertukaran yang serius dengan perlawanan Palestina.”
Selain itu, ditampilkan pula seruan dari para tawanan ‘Israel’ yang sebelumnya muncul dalam rekaman kelompok perlawanan, di mana mereka memohon kepada Presiden AS saat itu, Donald Trump, untuk memenuhi janjinya dalam membebaskan mereka, baik sebelum maupun sesudah kemenangannya di pemilu.
Di akhir video, Saraya al-Quds menyisipkan pesan berbentuk pertanyaan yang ditujukan kepada Trump:
“Trump… apakah kau mendengar suara mereka?”
Pada awal bulan Maret lalu, fase pertama dari kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tawanan di Gaza berakhir, setelah berlangsung selama 42 hari.
Namun, ‘Israel’ kemudian menolak melanjutkan ke tahap kedua dari perjanjian tersebut dan kembali melanjutkan agresi, yang hingga kini telah menyebabkan lebih dari 50 ribu korban jiwa sejak serangan dimulai pada 7 Oktober 2023.
Dalam fase pertama kesepakatan itu, disepakati pembebasan 33 tawanan ‘Israel’ (baik yang hidup maupun yang telah meninggal). Faksi-faksi Palestina telah memenuhi komitmen ini, dengan membebaskan 25 tawanan hidup dan 8 jenazah dalam 8 tahap pertukaran, sebagai imbalan atas pembebasan sekitar 2.000 tahanan Palestina, termasuk ratusan tahanan yang divonis hukuman seumur hidup atau hukuman berat lainnya.
Saat ini, masih ada 59 tawanan ‘Israel’ yang ditahan di Gaza, dengan perkiraan 24 orang di antaranya masih hidup menurut pihak ‘Israel’ . Sementara itu, di penjara-penjara ‘Israel’, terdapat lebih dari 9.500 tahanan Palestina, yang banyak dari mereka mengalami penyiksaan, kelaparan, dan pengabaian medis, hingga menyebabkan banyak tahanan meninggal dunia. (zarahamala/arrahmah.id)