JAKARTA (Arrahmah.com) – Panglima TNI Jenderal Moeldoko menegaskan, pengangkatan Mayor Jenderal Andika Perkasa sebagai Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres) merupakan keputusan dirinya sebagai pimpinan dilingkungan TNI.
Oleh karena itu, dia meminta agar pergantian komandan yang bertugas memenuhi kebutuhan keamanan presiden dan wakil presiden tersebut tidak perlu dijadikan polemik lagi.
“Pergantian ini tidak perlu dipertanyakan dan didiskusikan lagi. Ini adalah keputusan saya selaku Panglima TNI, khusus tentang pembinaan personel,” kata Moeldoko, usai melantik Andika, di Markas Komando Paspampres, Tanah Abang, Jakarta, Rabu 22 Oktober 2014, dikutip dari Vivanews.
Moeldoko juga menyampaikan, Mayjend Andika sudah memahami tugas dan tanggungjawabnya sebagai Danpaspampres yakni mengamankan Presiden dan Wakil Presiden, serta tamu kenegaraan yang disesuaikan dengan keinginan Jokowi.
“Dalam amanat saya sudah jelas. Komandan Paspampres lebih bicara taktik dan teknik, hampir sebagian besar tugasnya aplikasi keduanya,” ujarnya.
Sebelumnya, pengangkatan Andika sebagai Komandan Paspampres sempat menjadi polemik. Beberapa pihak menilai ada politik kepentingan dalam penunjukkannya tersebut. Pasalnya, Andika adalah menantu mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Purnawirawan A.M. Hendropriyono.
KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), dalam siaran persnya Sabtu (18/10/2014) mengecam sikap Joko Widodo, Presiden terpilih 2014-2019, yang menunjuk Brigadir Jendral Andika Perkasa sebagai Komandan Paspampres (Pasukan Pengaman Presiden).
Menurut Haris Azhar Koordinator Kontras, Andika Perkasa adalah menantu AM Hendropriyono yang merupakan Tim Sukses dan Penasehat Rumah Transisi Joko Widodo. Sebagaimana sudah menjadi pengetahuan publik bahwa Hendropriyono merupakan Kepala BIN [Badan Intelijen Nasional] ketika Munir dibunuh didalam pesawat Garuda Indonesia saat perjalanan study ke luar negeri. Selain itu, pada saat menjabat Komandan KOREM 043/Garuda Hitam, Hendropriyono melakukan penyerangan terhadap warga sipil di Dusun Talangsari, Lampung, tahun 1989.
Sementara itu Sekretaris Jenderal Centre for Democracy and Sosial Justive Studies (CeDSoS) Umar Abduh, dikutip dari Okezone, menilai manuver Hendropriyono dan menantunya Brigjend Andika Perkasa, dapat mengancam kedaulatan Indonesia.
Umar menjelaskan, sejak menjabat Ketua Badan Intelijen Negara (BIN) Hendropriyono sudah menggunakan menantunya yang masih berstatus sebagai perwira pasukan elite Sandhi Yudha Kopassus untuk memenuhi tujuan dan kepentingan operasi politik asing.
Hal tersebut diungkapkannya dalam sebuah buku berjudul Konspirasi Intelijen & Gerakan Islam Radikal (KIGIR). Buku tersebut juga menyuguhkan tentang dugaan adanya sandiwara dan berbagai manipulasi alur cerita, manipulasi aktor, viguran dalam drama kekerasan dan terorisme di Indonesia dengan target pemberangusan Jamaah Islamiyah.
“Saat itu Resolusi DK PBB (Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa) Nomor 1373 tentang pemberantasan terorisme global yang ditandatangani Presiden Megawati pada 24 Oktober 2001,” jelas Umar dalam sebuah diskusi di Dapur Selera, Jakarta, Selasa (10/6/2014). (azm/dbs/arrahmah.com)