KAIRO (Arrahmah.id) — Perang di Gaza meninggalkan kerusakan besar dan memicu dua rencana rekonstruksi yang sangat berbeda: satu dari AS di bawah Presiden Trump, dan satu lagi dari negara-negara Arab yang dipimpin Mesir.
Perbedaan mendasar terletak pada pendekatan dan tujuan akhir.
Rencana AS bertujuan membangun kembali Gaza tanpa melibatkan kelompok perlawanan Palestina Hamas, bahkan berimplikasi pada pengusiran warga Palestina. Sementara itu, rencana Arab fokus pada rekonparastruksi tanpa penggusuran paksa, melibatkan kerja sama dengan Palestina untuk pemerintahan sementara.
Rencana rekonstruksi Gaza versi AS, yang dijuluki ‘Riviera Timur Tengah’, menggambarkan perubahan lanskap Gaza yang signifikan dan potensi pengambilalihan wilayah oleh AS. Rencana ini menuai kecaman luas karena dianggap tidak realistis dan tidak manusiawi.
Sebaliknya, para pemimpin Arab mengadopsi rencana senilai $53 miliar (sekitar Rp864 triliun) bertujuan membangun kembali infrastruktur Gaza tanpa menggusur penduduk.
Bahkan pada KTT Arab, Gaza akan dibangun kembali lengkap dengan perumahan, taman, pusat komunitas, pelabuhan komersial, pusat teknologi, hotel pantai, dan bandara.
Meskipun rencana Arab tidak secara eksplisit membahas masa depan Hamas, fokusnya adalah pada pemerintahan sementara sebelum PA kembali berkuasa. Terdapat perbedaan pendapat di antara negara-negara Arab mengenai bagaimana menangani Hamas, beberapa menginginkan perlucutan senjata bertahap, sementara yang lain menginginkan perlucutan senjata menyeluruh.
Mengenai siapa yang akan menjalankan Gaza, Presiden Mesir Abdel Fattah el Sisi mengatakan negaranya telah bekerja sama dengan Palestina untuk membentuk sebuah komite teknokrat Palestina independen yang akan dipercaya untuk memerintah Gaza setelah perang.
Komite ini akan mengawasi bantuan kemanusiaan dan mengelola wilayah tersebut untuk periode sementara, sebelum pemerintahan akhirnya diserahkan kepada Otoritas Palestina (PA), yang saat ini memerintah di Tepi Barat.
Isu kritis lainnya adalah apa yang terjadi pada Hamas. Kelompok ini telah berkuasa di Gaza sejak 2007, dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berjanji untuk menghancurkan kelompok tersebut.
Hamas sepakat untuk tidak mengajukan kandidat untuk komite teknokrat, tetapi harus memberikan persetujuannya terhadap tugas, anggota dan agenda komite yang akan bekerja di bawah pengawasan PA.
Dilansir Sky News (6/3/2025), berikut perbandingan rencana rekonstruksi Gaza versi AS dan Arab secara singkat:
Rencana AS:
Tujuannya membangun kembali Gaza tanpa Hamas, bahkan dengan kemungkinan pengusiran warga Palestina. Pendekatannya berupa pengambilalihan wilayah dan pembangunan kembali tanpa peran Hamas
Rencana Arab:
Tujuannya rekonstruksi Gaza tanpa penggusuran warga Palestina. Pendekatannya berupa kerja sama dengan Palestina untuk pemerintahan sementara yang diawasi PA. Status warga Palestina: tetap tinggal di Gaza. (hanoum/arrahmah.id)