ISLAMABAD (Arrahmah.id) — Banjir di Pakistan telah menewaskan 1.033 orang sejak Juni lalu. Banjir ini disebabkan hujan lebat dan curah hujan yang tinggi.
Beberapa media mengatakan banjir saat ini merupakan imbas musim hujan yang sangat basah. Musim hujan monsun barat berlangsung pada akhir Juni hingga September di Pakistan.
Secara keseluruhan curah musim hujan selama tiga bulan yakni 140 mm. Namun, Badan Meteorologi Pakistan (PMD) menunjukkan hingga 26 Agustus curah hujan naik hingga 176,9 mm. Jumlah ini naik dua kali lipat dari angka normal.
Di Sindh, hujan bahkan turun hampir delapan kali lipat dari jumlah normal selama periode ini, sementara di Balochistan curah hujan naik lima kali lipat, demikian dikutip Indian Express (29/8/2022).
“Pakistan belum pernah melihat siklus monsun yang tak terputus seperti ini. Delapan minggu nonstop telah menyebabkan petak besar negara dalam genangan air,” kata Menteri Perubahan Iklim Pakistan, Sherry Rehman, seperti dikutip Al Jazeera (29/8).
Ia lalu menyampaikan “Ini adalah banjir dari semua sisi, berdampak pada 33 juta lebih orang yang.”
Selama musim ini, rata-rata curah hujan di Pakistan tembus hingga 354,3 mm.
Sementara itu, pakar perubahan iklim yang berbasis di Islamabad, Ali Tauqeer Sheikh, mengatakan banjir kali ini disebabkan perencanaan pembangunan yang minim dan perubahan iklim.
“Kali ini ada beberapa jenis seperti banjir perkotaan, banjir bandang, dan banjir akibat semburan gletser,” kata Ali kepada Al Jazeera.
Pakistan merupakan negara yang memiliki jumlah gletser tertinggi di luar wilayah kutub.
Ia juga bercerita bahwa banjir kali ini berbeda dengan banjir besar 2010. Ketika itu banjir berasal aliran sungai, artinya sebagian besar yang terdampak di sekitar Sungai Indus dan bisa diprediksi.
“Frekuensi banjir [tahun ini] juga meningkat. Perubahan iklim adalah ancaman ganda,” jelas Ali lagi.
Ia kemudian berujar, “Apa yang kita lihat di negara ini adalah defisit pembangunan. Bukan cuma curah hujan yang berlebihan dan menyebabkan masalah, tetapi persiapan dan infrastruktur yang tak memadai.”
Sementara itu sejumlah pejabat menyalahkan banjir imbas perubahan iklim yang disebabkan manusia. Mereka menganggap Pakistan menjadi korban dari praktik lingkungan yang tidak bertanggung jawab di tempat lain di dunia.
Pakistan berada di urutan kedelapan dalam Indeks Risiko Iklim Global versi German Watch. Mereka mencatat daftar negara yang dianggap paling rentan terhadap cuaca ekstrem yang disebabkan perubahan iklim.
Banjir bandang di Pakistan telah mempengaruhi empat provinsi di negara itu. Banyak jalan dan jembatan hancur, sementara pemadaman listrik meluas.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana Pakistan (NDMA) mengatakan lebih dari dua juta hektar tanaman budidaya musnah, 3.451 kilometer (2.150 mil) jalan hancur, dan 149 jembatan hanyut.
Sementara itu, para pejabat mengatakan banjir tahun ini berdampak kepada lebih dari 33 juta orang, dan sekitar satu juta rumah hancur.
Menanggapi banjir itu, pemerintah mengumumkan keadaan darurat dan mengerahkan militer untuk menangani apa yang disebut sebagai “bencana skala epik”. (hanoum/arrahmah.id)