(Arrahmah.com) – Menghafal Al-Qur’an merupakan aktivitas yang sangat mulia, sebagaimana Nabi bersabda
أشراف أمتي حملة القرأن
“Umatku yang paling mulia adalah mereka yang menghafal Al-Qur’an.”
Bahkan tidak sekadar label kemuliaan yang mereka dapatkan, tapi juga syafa’at bagi kedua orang tua sang penghafal.
Imam al-Syatibi menggubah sebuah syair yang sangat bagus untuk menggambarkan kemuliaan yang didapatkan oleh para penghafal Al-Qur’an dan kedua orang tuanya, yaitu:
هنيئا مريئا والداك عليهما ملابس أنوار من التاج والحلا
“Sungguh senang dan menggembirakan, kedua orang tuanya memakai mahkota dan perhiasan yang bercahaya (kelak di akhirat sebagai balasannya).”
Untuk dapat menghafal Al-Qur’an 30 juz tidak mudah seperti membalikkan kedua tangan, sebab untuk mendapatkan label umat terbaik butuh kesungguhan dan pengorbanan jiwa dan raga. Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para penghafal Al-Qur’an agar bisa menjadi “hamil” Al-Qur’an yang baik (penyebutan salah kaprah di Indonesia bagi penghafal al-Qur’an adalah “hafiz”, padahal seharusnya “hamil”, red).
Pra-Mengahafal
Seorang penghafal Al-Qur’an harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Membersihkan diri dari hal-hal yang tidak baik dan menjauhkan diri pula dari kesibukan yang bersifat duniawi,
- Menata niat untuk mendapatkan keridhaan Allah dan mengikuti sunnah Nabi dan ulama salaf,
- Berdoa kepada Allah secara maksimal,
- Meminta doa kepada orang tua dan guru,
- Membuat schedule yang jelas untuk menghafal dan istiqamah,
- Berteman dengan orang-orang yang dapat menggugah dan memotivasi untuk terus menghafal,
- Banyak membaca sejarang penting para penghafal Al-Qur’an dan para master Al-Qur’an, seperti sejarah imam qira’at sab’ah, para imam qari’ di belahan dunia Islam.
Saat Menghafal Al-Qur’an
- Menjaga wudhu agar bisa membaca Al-Qur’an di mushaf setiap saat dibutuhkan,
- Membiasakan bangun sebelum subuh agar bisa menghafal Al-Qur’an pada sepertiga malam,
- Konsisten terhadap jadwal yang telah disusun, baik untuk hafalan yang baru atau sekedar muraja’ah (mengulang hafalan). schedule yang dibuat tidak boleh dilanggar. Jika ada kesibukan yang lain sehingga harus meninggalkan hafalan baru dan muraja’ah, maka harus diqadha atau diganti di lain waktu,
- Bersabar atas segala ujian dan cobaan saat menghafal Al-Qur’an dengan selalu bersandar pada Al-Qur’an,
- Dalam menghafal, harus memperhatikan ayat-ayat yang mirip (mutasyabihat), agar hafalannya tidak rancau,
- Membiasakan mengulang hafalan saat shalat untuk memantapkan hafalan, dan juga membiasakan menuliskannya ke dalam kertas, agar selain hafal dalam bentuk ingatan juga hafal dalam bentuk tulisan,
- Menggunakan satu mushaf, agar terbiasa dan tidak bingung letak awal dan akhir ayat yang dihafal,
- Menyetorkan hafalan kepada guru yang kompeten,
- Adapun cara menghafal Al-Qur’an ada tiga metode, yaitu sebagai berikut:
Metode pertama, Thariqah Tasalsuli
Metode ini adalah membaca satu ayat pertama, kemudian diulang-ulang untuk dihafalkan. Setelah hafal pada ayat pertama ini, maka dilanjutkan pada ayat kedua untuk diulang-ulang sampai hafal dengan lancar dan mutqin (melekat sangat kuat). Setelah yang kedua ini hafal, maka diulang (menggabungkan) ayat pertama dan ayat kedua. Setelah dua ayat di atas dirasa sudah mutqin dan lancar, maka dilanjutkan pada ayat yang ketiga dan seterusnya sampai batas hafalan yang telah tersusun dalam jadwal setiap harinya.
Metode kedua, Thariqah Jam’i
Metode ini adalah menghafal ayat pertama sampai lancar, kemudian dilanjutkan pada ayat kedua sampai lancar, dan kemudian dilanjutkan pada ayat yang ketiga sampai lancar juga hingga sampai pada batas hafalan yang telah disusun dalam jadwal setiap harinya. Setelah sempurna pada batas ayat yang dihafal, maka diulang dari awal ayat pertama hingga terakhir dengan beberapa kali pengulangan hingga hafalan lancar tanpa kendala.
Metode ketiga, Thariqah Muqassam
Metode ini ialah membagi hafalan pada beberapa bagian terbatas dalam makna, dan menuliskan hasil hafalannya tersebut ke dalam kertas. Dan memberi setiap yang dihafal dengan subjudul, kemudian dihafalkan secara komulatif dan digabungkan (lihat: Mustafa Murad, Kaifa Tahfadz Al-Qur’an, Kairo: Dar al-Fajr li al-Turats, 2003, hal 16).
Pasca-Menghafal/Mengkhatamkan Al-Qur’an
Ada sebuah ungkapan yang bagus bagi para hamil Al-Qur’an, yaitu “menghafal Al-Qur’an bisa dilakukan di waktu luang, tapi mengulang hafalan harus meluangkan waktu”. Artinya jika seseorang sudah dianugerahi sebuah hafalan Al-Qur’an, maka kewajiban orang itu adalah menjaga hafalan tersebut dengan baik, sebab Al-Qur’an adalah amanat yang diberikan Allah kepada orang-orang teristimewa-Nya.
Ungkapan yang lain “Menghafal hanya butuh hitungan waktu dan hari tapi menjaganya butuh waktu seumur hidup”. Artinya, seseorang yang memiliki hafalan Al-Qur’an harus mampu menjaga hafalan tersebut hingga ajal mejemputnya. Sebab jika hafalan tersebut diabaikan, maka ia harus menanggung beban dosa seumur hidupnya. Nabi mengingatkan kepada para hamil Al-Qur’an agar senantiasa “mengikat” hafalannya, sebab ia seperti ikatan yang mudah lepas melebihi ikatan yang diikatkan ke unta.
Nabi bersabda:
تعاهدوا القرآن فوالذي نفسي بيده لهو أشد تفصيا من الإبل في عقلها “
Ikatlah ‘hafalan’ Al-Qur’an itu, maka demi Dzat yang jiwaku ini ada dalam kekuasaan-Nya, sungguh ia (hafalan Al-Qur’an) sangat mudah lepas melebihi unta dari ikatan kendalinya,” (Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Beirut: Dar Thauq al-Najat, tth, juz 6, hal 193, hadits ke 5033).
Dalam hadits di atas, ada tiga perumpamaan yang perlu diperhatikan oleh para penghafal Al-Qur’an. Pertama, hamil Al-Qur’an diibaratkan seperti pemilik unta. Kedua, Al-Qur’an diibaratkan seperti unta. Ketiga, hafalan diibaratkan seperti ikatan (Abdul Rab Alu Nuwab, Kaifa Tahfadz Al-Qur’an, Beirut: Dar Thawiq, 2001, hal, 111). Oleh sebab itu, suatu keharusan bagi para hamil Al-Qur’an untuk mengikat hafalannya dengan konsisten mengulang hafalannya.
Untuk menjaga hafalan pasca-menghafal/ menghatamkan Al-Qur’an, seorang hamil Al-Qur’an perlu melakukan beberapa hal sebagai berikut: (1) manajemen muraja’ah, (2) konsisten, (3) memperbanyak doa dan riyadhah.
(1). Manajemen muraja’ah adalah mengatur waktu untuk mengulang hafalannya sesuai dengan kadar kemampuannya. Sebab setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengulang hafalannya. Adakalanya seorang mampu mengkhatamkan hafalannya dalam waktu sehari semalam, seminggu sebulan bahkan hingga berbulan-bulan. Namun sesuai petunjuk Nabi, untuk mengulang hafalan atau mengkhatamkannya tidak kurang dari tiga hari dan tidak melewati empat puluh hari. Untuk itu, jika ia mampu mengkhatamkannya dalam kurun waktu tiga hari, maka harus ia harus menyusun schedule setiap harinya mengulang 10 juz. Jika mampu mengkhatamkannya sepekan sekali, maka harus menejemen waktu mengulang setiap harinya 4 juz atau 4 juz setengah. Jika ia mampu mengulang hafalan sebulan sekali, maka ia harus mengulang hafalannya 1 juz setiap harinya.
Untuk mengulang hafalan, tidak harus monoton bersemidi menyendiri mengulang hafalan Al-Qur’an di masjid atau di mushalla, tapi juga bisa dilakukan inovasi-inovasi yang sekiranya mampu me-refresh memori hafalan seperti mendengarkan bacaan qari’-qari ternama; Syekh Siddiq al-Minsyaqi, al-Hushari, Abdul Basith dll. Bisa juga membuat arisan khataman bergilir setiap bulan bersama sesama para hamil Al-Qur’an atau “tasmi’an”. Selain itu, bisa juga menejeman mengulang hafalan dengan megulang hafalan dibaca dalam shalat lima waktu, utamanya shalat sunnah sebagaimana yang dilakukan oleh para salafus shalih.
(2). Konsisten mengulang hafalan adalah seorang hamil Al-Qur’an harus memiliki prinsip yang teguh untuk selalu bersama kalam-Nya walau dalam keadaan dan situasi apapun. Sebab tidak ada kesuksesan yang dapat diraih kecuali dilandasi konsistensi yang kuat, begitu pula tidak ada hafalan yang kuat diraih kecuali konsisten mengulang hafalan. Oleh karena itu, untuk menjaga hafalan seorang hamil Al-Qur’an harus konsisten dengan manajemen waktu dan murajaah yang telah ditetapkan. Jika ia mampu mengulang hafalanya setiap hari satu juz, maka ia harus konsisten dengan pengulangan tersebut. Ibnu Mas’ud berkata:
ينبغي لحامل القرآن أن يعرف بليله إذا الناس نائمون، وبنهاره إذا الناس مفطرون، وبحزنه إذا الناس فرحون، وببكائه إذا الناس يضحكون، وبصمته إذا الناس يخلطون، وبخشوعه إذا الناس يختالون
“Sebaiknya seorang yang hafal Al-Qur’an membaca Al-Qur’an di malam hari tatkala manusia tidur, disiang hari tatkala manusia sedang sibuk, bersedih tatkala manusia bersuka ria, menangis tatkala manusia tertawa, diam tatkala manusia bercengkrama, khusyuk tatkala manusia berjalan dengan sombong”.
(3). Perbanyak doa dan riyadhah adalah memohon kepada Allah untuk dijaga hafalannya. Selain berdoa juga harus disertai riyadhah seperti berpuasa setiap kali mengkhatamkan Al-Qur’an, atau menjadikan hafalan sebagai wiridan setiap hari yang harus dibaca.
Oleh: Ustadz Moh. Fathurrozi, Pecinta Ilmu Qira’at, Kaprodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IAI Al Khoziny Buduran Sidoarjo via nu.or.id
(*/Arrahmah.com)