RIYADH (Arrahmah.id) — Raja Arab Saudi, Salman Bin Abdulaziz Al Saud, mengambil langkah-langkah terbaru terkait serangan Israel ke Gaza, Palestina. Ini terkait dengan rencana Israel yang ingin memindahkan warga Gaza dari tanah airnya sendiri.
Dalam sebuah sidang kabinet, Raja Salman memimpin para menteri yang menolak tegas pernyataan Israel mengenai pengungsian warga Palestina. Mereka juga menentang keras pendudukan kembali Israel ke Jalur Gaza dan juga pembangunan permukiman Yahudi.
“Kabinet tersebut menggarisbawahi pentingnya upaya komunitas internasional untuk mengaktifkan mekanisme akuntabilitas terhadap pelanggaran hukum kemanusiaan internasional yang dilakukan Israel,” ujar hasil sidang itu dikutip Arab News (10/1/2024).
Sebelumnya koalisi Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu (PM) Benjamin Netanyahu disebutkan telah meminta Tel Aviv telah berbicara dengan beberapa negara Afrika untuk menentukan apakah mereka menerima migran dari Gaza. Kongo salah satu yang memberi tanda hijau.
“Kongo akan bersedia menerima migran, dan kami sedang melakukan pembicaraan dengan negara lain,” kata situs berita Times of Israel, mengutip pejabat yang tidak disebutkan namanya, sebagaimana dilaporkan juga oleh Russia Today.
Hal ini juga dinyatakan dua Menteri Israel, Itamar Ben Gvir dan Bezalel Smotrich. Keduanya bahkan mendorong Gaza sebagai wilayah yang tidak dapat dihuni warga Palestina dengan dalih para warga itu “bangun pagi setiap hari dengan mimpi menghancurkan Israel”.
Atas pernyataan ini, Amerika Serikat (AS), yang menjadi sekutu utama Israel, menyatakan penolakannya. Washington menolak pernyataan “tidak bertanggung jawab” dari para pejabat Israel mengenai usulan rencana pemukiman kembali, termasuk dua pernyataan yang menyerukan “migrasi sukarela” bagi warga Palestina.
“AS menolak pernyataan baru-baru ini dari Menteri Israel Bezalel Smotrich dan Itamar Ben Gvir yang menganjurkan pemukiman kembali warga Palestina di luar Gaza,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa.
“Retorikanya bersifat menghasut dan tidak bertanggung jawab,” katanya.
Di sisi lain, kantor Netanyahu juga telah mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa Smotrich dan Ben Gvir tidak mewakili kebijakan resmi pemerintah mengenai konflik di Gaza.
“Namun rencana tersebut akan diperlukan karena kondisi Gaza pasca perang ketika konflik mereda, kata Menteri Intelijen Israel, Gila Gamliel, di sebuah konferensi di parlemen Israel, Knesset.
Israel telah melakukan serangan udara dan darat yang berkepanjangan di daerah kantong Gaza yang berpenduduk padat sejak serangan lintas batas pada 7 Oktober oleh kelompok perlawanan Palestina Hamas.
Lebih dari 23.000 warga Palestina telah terbunuh, kata para pejabat kesehatan Hamas. Di sisi lain, hampir 1.200 warga Israel diyakini tewas dalam serangan Hamas ke Negeri Yahudi itu. (hanoum/arrahmah.id)