LONDON (Arrahmah.id) — Nama “Tommy Robinson” belakangan sering disebut oleh para perusuh ultra kanan yang berbuat kekacauan di seantero Inggris dalam beberapa hari terakhir. Para perusuh ini melakukan sejumlah tindak anarkis, mulai dari membakar perpustakaan, menyerang masjid, hingga merusak beragam properti.
Kerusuhan ini dipicu misinformasi mengenai penikaman yang menewaskan tiga orang, di mana muncul rumor bahwa pelakunya adalah Muslim dan berstatus sebagai pencari suaka.
Dilansir Middle East Eye (7/8/2024), nama asli Robinson adalah Stephen Yaxley-Lennon, mantan pemilik salon tanning, yang selama dua dekade terakhir telah membangun gerakan jalanan yang mengintimidasi komunitas Muslim di Inggris. Ia sering melontarkan teori konspirasi mengenai komunitas Muslim yang disebutnya akan menguasai Inggris.
Robinson, yang lahir di Luton pada tahun 1982, awalnya dikenal sebagai hooligan dan pernah menjalani hukuman penjara selama 12 bulan pada 2003 karena menyerang seorang polisi dalam keadaan mabuk.
Nama “Tommy Robinson” berasal dari seorang anggota kelompok hooligan sepak bola di Luton yang digunakan Yaxley-Lennon untuk menyembunyikan identitasnya.
Sebelum mendirikan English Defence League (EDL) pada 2009, Robinson telah keluar masuk kelompok-kelompok sayap kanan lainnya, termasuk Partai Nasional Inggris (BNP). Luton telah lama menjadi pusat kegiatan sayap kanan, dengan Front Nasional neo-fasis yang sangat aktif di era 1970-an dan 80-an dalam menargetkan populasi kulit hitam dan Asia yang besar di kota itu.
Pada tahun 2009, Robinson mendirikan EDL dengan fokus utama pada Islamofobia. Meski EDL tidak lagi aktif secara resmi, pengaruh Robinson masih terasa di seluruh gerakan sayap kanan di Inggris. Namanya tetap populer di kalangan sayap kanan meski ia telah beberapa kali dipenjara dan mengasingkan diri ke luar negeri.
Robinson sering kali mengeklaim bahwa gerakannya hanya menargetkan “ekstremis” Islam, namun retorika dan tindakannya menunjukkan sikap anti-Muslim yang jelas. Robinson dan para pendukungnya melihat imigran Muslim sebagai ancaman bagi Eropa, menggambarkan Islam sebagai agama “terbelakang dan fasis.”
“Saya bukan sayap kanan. Saya hanya menentang Islam. Saya percaya itu terbelakang dan fasis,” ucapnya pada tahun 2016.
Robinson meyakini bahwa krisis pengungsian berkaitan dengan invasi Muslim ke Eropa. Ia juga meyakini teori konspirasi bahwa polisi Inggris enggan mengadili kejahatan yang dilakukan komunitas Muslim karena takut dianggap rasis.
Selain itu, Robinson mendukung Israel dan melihatnya sebagai garda depan dalam perang melawan terorisme Muslim. Ia dan EDL sering mengeksploitasi isu-isu seperti hak-hak perempuan dan LGBTQ+ untuk menentang Islam.
EDL memiliki hubungan dengan organisasi sayap kanan lainnya yang mendukung sentimen anti-Muslim, termasuk kelompok Hindu dan ekstremis Sikh. Robinson menginginkan Eropa yang bebas dari simbol-simbol dan praktik-praktik Islam seperti makanan halal, azan, dan menara masjid.
Robinson telah beberapa kali dipenjara karena berbagai pelanggaran, termasuk perkelahian sepak bola, penipuan paspor, dan penghinaan terhadap pengadilan. Pada tahun 2021, ia kalah dalam gugatan pencemaran nama baik terhadap seorang anak sekolah asal Suriah dan kabur dari Inggris pada 29 Juli, sehari sebelum ia dijadwalkan hadir di pengadilan.
Kerusuhan terbaru di Inggris tidak sepenuhnya disebabkan para pendukung Robinson. Kelompok supremasi kulit putih lain seperti Patriotic Alternative juga terlibat, dengan tujuan mengeksploitasi kemarahan terhadap serangan Israel di Gaza untuk menyebarkan sentimen anti-Yahudi, bukan hanya anti-Muslim.
Secara keseluruhan, meski banyak alasan yang menyebabkan peningkatan sentimen rasis dan Islamofobia di Inggris, pengaruh Robinson dan kelompok-kelompok sayap kanan lainnya tidak dapat diabaikan. (hanoum/arrahmah.id)