GAZA (Arrahmah.id) — Sebagai bentuk protes, warga Palestina menjadikan sejumlah buah-buahan sebagai simbol perlawanan mereka sekaligus identitas nasionalnya.
Berikut adalah buah-buahan yang melambangkan simbol perlawanan Palestina, dilansir Al Jazeera (31/8/2023);
1. Semangka
Semangka mungkin merupakan buah paling ikonik yang mewakili Palestina. Semangka tumbuh di seluruh Palestina, mulai dari Jenin hingga Gaza.
Buah ini memiliki warna yang sama dengan bendera Palestina yaitu merah, hijau, putih dan hitam sehingga digunakan untuk memprotes penindasan Israel terhadap bendera dan identitas Palestina.
Setelah perang 1967, ketika Israel menguasai Tepi Barat, Jalur Gaza dan mencaplok Yerusalem Timur, pemerintah melarang bendera Palestina di wilayah pendudukan. Kendati bendera tidak selalu dilarang oleh undang-undang, semangka dianggap sebagai simbol perlawanan. Semangka muncul dalam karya seni, kemeja, grafiti, poster, dan tentu saja emoji di media sosial.
Baru-baru ini, bendera Palestina kembali mendapat kecaman. Pada Januari 2023, Menteri Keamanan Nasional sayap kanan, Itamar Ben-Gvir menginstruksikan polisi untuk menyita bendera Palestina dari tempat umum. Hal ini sejalan dengan rancangan undang-undang yang melarang penggunaan bendera di lembaga-lembaga yang didanai negara.
Menurut laporan Haaretz, rancangan undang-undang itu mendapat persetujuan awal dari Knesset. Sebagai tanggapan, Zazim, sebuah organisasi perdamaian akar rumput Arab-Israel, memasang bendera Palestina dalam bentuk semangka di puluhan layanan taksi di Tel Aviv.
“Jika Anda ingin menghentikan kami, kami akan mencari cara lain untuk mengekspresikan diri kami,” kata Amal Saad, warga Palestina dari Haifa yang mengorganisir kampanye semangka Zazim.
Saad tidak yakin apakah sayap kanan akan mencoba menghentikannya, jadi dia menyembunyikan rencananya. Namun, Saad mengatakan, dukungan yang diterimanya sangat besar. Lebih dari 1.300 aktivis menyumbang untuk tujuan tersebut.
Sumbangan masyarakat memungkinkan Zazim untuk menyimpan semangka selama dua minggu, atau seminggu lebih lama dari yang direncanakan semula. Kampanyenya kini telah beralih ke pendistribusian kaos semangka.
2. Jeruk
Jeruk Jaffa, yang berasal dari abad ke-19, terkenal karena rasa manisnya dan kulitnya yang tebal dan mudah dikupas, sehingga cocok untuk diekspor. Sebelum peristiwa Nakba pada 1948, jeruk Jaffa merupakan ekspor penting bagi petani dan pengusaha Palestina.
Karena keunggulannya, jeruk juga menjadi simbol identitas nasional dalam bidang sastra dan seni. Novelis dan jurnalis Palestina, Ghassan Kanafani menggunakan jeruk untuk melambangkan kehilangan dalam cerita pendeknya pada 1958 tentang Nakba, berjudul The Land of Sad Oranges.
Cerita dimulai dengan narator dan temannya mengamati keluarga mereka pada malam peristiwa Nakba. Keluarga-keluarga tersebut mengemas barang-barang mereka. Namun mereka terpaksa meninggalkan pohon jeruk yang telah dirawat dengan baik.
Fakta bahwa pohon-pohon ini dirawat dengan hati-hati dalam jangka waktu yang lama menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara petani Palestina dan tanah tersebut. Ribuan warga Palestina terpaksa meninggalkan tanah air mereka selama peristiwa Nakba.
Dalam cerita pendek itu, kontak terakhir narator dengan Palestina sebelum memasuki Lebanon adalah seorang petani yang menjual jeruk di sepanjang jalan. Di tengah suara tangisan keluarganya, dia mengambil beberapa buah jeruk dan membawanya ke Lebanon. Jeruk ini menjadi sebuah kenang-kenangan untuk semua pohon jeruk yang mereka tinggalkan untuk orang-orang Yahudi.
Di Lebanon, hidup sangat sulit bagi para pengungsi, khususnya ayah temannya. Cerita berakhir setelah narator menyaksikan ayah temannya mengalami gangguan mental. Di samping orang dewasa yang menangis dan menggigil, narator pada saat yang sama melihat sebuah pistol hitam dan di sampingnya ada pistol oranye.
Pistol yang menjadi simbol kematian, dihubungkan dengan warna oranye yang layu melalui tatapan narator. Warga Palestina diusir secara paksa dari “negeri jeruk”, narator menyadari betapa besarnya kerugian yang dialami rakyat Palestina.
3. Zaitun
Pohon zaitun dapat ditemukan di seluruh Palestina dan merupakan simbol perlawanan. Nour Alhoda Akel, warga Palestina berusia 23 tahun dari lembah Ara, percaya bahwa pohon zaitun diasosiasikan dengan identitas Palestina. Karena pohon zaitun mewakili hubungan mendalam orang Palestina dengan tanah air mereka.
“Pohon zaitun bisa hidup ratusan tahun. Jadi kalau pohon di luar rumah saya berumur 100 tahun, otomatis saya terhubung dengannya,” kata Akel mengacu pada tanah tempat pohon itu berdiri.
Setiap tahun saat panen zaitun, Akel bergabung dengan keluarga besarnya untuk memetik buah zaitun dari kebun mereka, yang merupakan pusaka keluarga. “Seluruh keluarga keluar dan semua orang membantu,” kata Akel.
Setelah seminggu memetik, mereka membuat minyak zaitun dan mengawetkannya. Minyak zaitun ini cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga hingga panen tahun depan. Minyak zaitun menjadi salah satu bahan utama dalam makanan Palestina.
Bagi warga Palestina lainnya, panen zaitun merupakan sumber pendapatan penting. Selain minyaknya, buah zaitun juga digunakan dalam kosmetik dan sabun.
Dalam beberapa tahun terakhir, pohon zaitun Palestina diserang oleh pemukim Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat. Menurut PBB, lebih dari 5.000 pohon zaitun milik warga Palestina di Tepi Barat dirusak dalam lima bulan pertama 2023.
Pada tahun-tahun sebelumnya, pemukim menyerang warga Palestina saat panen zaitun, yang biasanya jatuh pada Oktober dan November. Pada suatu hari di Oktober 2021, Aljazirah melaporkan bahwa pemukim mencabut 900 pohon zaitun dan aprikot, serta mencuri tanaman zaitun di Desa Sebastia, sebelah utara Nablus.
4. Terong
Dalam fotonovel Edward Said tentang identitas Palestina, berjudul After the Last Sky, ia mencurahkan beberapa halaman untuk membahas terong, khususnya yang berasal dari Battir. Battir adalah Situs Warisan Dunia UNESCO yang terkenal dengan terongnya. Bahkan secara berkala diadakan festival terong.
Bagi Said, terong adalah salah satu cara dirinya terhubung dengan Palestina kendati dia tinggal di Amerika Serikat. Dia menjalani sebagian besar hidupnya sebagai orang buangan. Pada saat buku ini ditulis, Said masih menjadi anggota PLO, sehingga Israel melarang dia memasuki tanah airnya.
Said menceritakan bahwa keluarganya sangat menyukai terong Battiri. “Bahkan selama bertahun-tahun sejak kami memiliki terong Battiri, tanda persetujuan atas terong yang baik adalah ‘Terong tersebut hampir sama baiknya dengan terong Battiri’,” ujar Said. (hanoum/arrahmah.id)