GAZA (Arrahmah.id) — Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben Gvir terlibat adu mulut dengan militer soal rencana penarikan sebagian pasukan dari Jalur Gaza Palestina.
Ben Gvir mengkritik rencana militer soal penarikan pasukan itu dapat membahayakan keamanan nasional Israel.
“Serangan roket yang diluncurkan dari Gaza ke wilayah utara Israel pada Selasa pagi membuktikan sekali lagi bahwa menduduki Jalur Gaza diperlukan demi mewujudkan tujuan tempur,” ucap Ben Gvir, dikutip dari CNN (16/1/2024).
Kritikan itu dilontarkan Ben Gvir menanggapi keputusan militer Israel dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant bahwa divisi ke-36 Pasukan Pertahanan Israel (IDF) yang terdiri dari armada lapis baja, teknik, dan infanteri, akan ditarik dari Jalur Gaza setelah 80 ikut hari melancarkan agresi.
Lalu apa alasan menarik pasukan itu, berikut 5 alasan penarikan pasukan Israel besar-besaran dari Gaza
1. Menuju Fase Pertempuran Baru
IDF mengatakan pada hari Senin bahwa divisi ke-36, yang terdiri dari perusahaan lapis baja, teknik, dan infanteri, menarik diri dari Jalur Gaza setelah 80 hari, sebuah tanda paling signifikan dari peralihan ke fase pertempuran baru yang telah dijanjikan oleh beberapa pejabat Israel.
Semakin banyak pemimpin yang mengutuk meningkatnya jumlah korban jiwa di Gaza, tempat serangan militer Israel yang mematikan sejak 7 Oktober telah menghancurkan sebagian besar wilayah tersebut dan menyebabkan lebih dari 2,2 juta orang menghadapi kelaparan, penyakit mematikan, dan pengungsian paksa.
2. Menghentikan Tahap Manuver yang Intensif
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan pada hari Senin bahwa “tahap manuver intensif” serangan militer Israel di Gaza utara dan selatan akan “segera berakhir.”
Militer Israel berupaya untuk “menghilangkan kantong-kantong perlawanan” di Gaza utara, kata Gallant, dan mengklaim: “Kami akan mencapai hal ini melalui serangan, serangan udara, operasi khusus dan kegiatan tambahan.”
Setelah serangan tanggal 7 Oktober, Gallant mengatakan rencana awalnya adalah “tahap manuver intensif” kampanye militer Israel di Gaza akan berlangsung sekitar tiga bulan. Namun, dia memperingatkan militer Israel untuk menyesuaikan operasinya “sesuai dengan kenyataan di lapangan” dan “kecerdasan kami.”
3. Penyegaran dan Pelatihan
Seorang juru bicara IDF mengatakan kepada CNN bahwa divisi ke-36 menarik diri dari Gaza “untuk periode penyegaran dan pelatihan,” menambahkan bahwa pergerakan divisi tersebut di masa depan belum diputuskan.
“Pada akhir periode, dan berdasarkan penilaian situasi, akan diputuskan kelanjutan aktivitas operasional pasukan divisi sesuai dengan kebutuhan operasional,” tambah juru bicara tersebut.
4. Hanya Menyisakan Tiga Divisi Tentara Israel di Gaza
Penarikan tersebut berarti sekarang ada tiga divisi tempur IDF yang tersisa di Gaza, bersama dengan pasukan khusus. Unit-unit yang masih berada di Gaza termasuk divisi ke-98, yang beroperasi di Gaza tengah dan merupakan divisi terbesar yang pernah dibentuk dalam sejarah IDF.
IDF tidak mengomentari jumlah pasukannya di Gaza, namun setiap divisi terdiri dari beberapa brigade yang masing-masing dapat mencakup ribuan tentara.
5. Perpecahan yang makin meruncing dalam Kabinet Pemerintahan Netanyahu
Awal bulan ini, anggota kabinet Israel berdebat mengenai rencana masa depan Gaza pascaperang dan bagaimana menangani penyelidikan terhadap kegagalan keamanan seputar serangan Hamas pada 7 Oktober.
Pertengkaran publik pada tanggal 4 Januari terjadi setelah apa yang digambarkan oleh salah satu sumber sebagai “perkelahian” pada pertemuan kabinet keamanan.
Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich mengatakan telah terjadi “diskusi yang penuh badai,” sementara mantan Menteri Pertahanan Benny Gantz mengatakan “serangan bermotif politik” telah diluncurkan.
Perpecahan kabinet keamanan terjadi mengenai bagaimana menangani penyelidikan terhadap serangan 7 Oktober terhadap Israel, termasuk kegagalan militer Israel dalam mengantisipasinya, serta bagaimana pendekatan perang mulai sekarang.
Jika pemerintahannya runtuh, Israel kemungkinan akan menghadapi pemilu baru yang diperkirakan akan dikalahkan oleh Netanyahu. Sementara itu, beberapa politisi sayap kanan mendorong pendudukan kembali secara menyeluruh, bersamaan dengan kemungkinan kembalinya pemukiman Yahudi, di Jalur Gaza. (hanoum/arrahmah.id)