(Arrahmah.com) –Serial film King Suleiman mulai tayang di ANTV, Senin (22/12/2014) malam. Sontak, film seri yang menceritakan Sultan Sulaiman Al-Qanuni ini menuai protes umat Islam. Apa sebenarnya yang jadi masalah di film ini sehingga menuai protes?
Berikut 10 ‘dosa’ yang membuat film produksi Tims Productions ini diprotes, seperti dilansir Bersamadakwah, Rabu (24/12):
Tidak sesuai fakta sejarah
‘Dosa’ terbesar film King Suleiman adalah mengisahkan Sultan Sulaiman Al-Qanuni, tetapi memasukkan banyak unsur fiktif yang bertolak belakang dari sejarah. Hal ini pula yang membuat Presiden Turki Racep Tayyep Erdogan mengecam film tersebut ketika ditayangkan di Turki akhir 2012 lalu.
Mengadopsi novel the Sultan’s Harem
Alih-alih mengambil cerita dari buku sejarah, cerita dalam film King Suleiman justru mirip dengan novel berjudul The Sultan’s Harem karya Colin Falconer. Bahkan di Timur Tengah, film ini juga diberi judul yang maknanya sama.
Tentu saja, novel itu bukanlah buku sejarah. Banyak cerita fiksi yang dimasukkan, bahkan cenderung mendominasi. Seperti judulnya, porsi terbesar cerita dalam novel itu adalah harem (para wanita yang dihimpun dan dipercantik untuk disajikan di ranjang raja) dengan segala kecantikan-keseksian dan intriknya. Itu pula yang dihadirkan dalam film King Suleiman.
Wanita-wanita tak menutup aurat
Film King Suleiman menampilkan wanita-wanita di istana Daulah Utsmaniyah, baik harem maupun istri Sultan, sebagai sosok yang tidak berjilbab dan berpakaian seksi. Bisa jadi pembuat film mengambil model masyarakat sekuler Turki pasca Mustafa Kemal.
Padahal, pada zaman Sultan Sulaiman Al-Qanuni, Daulah Ustmaniyah menerapkan undang-undang dari syariat Islam yang tentu saja mewajibkan perempuan Muslimah berjilbab. Apalagi istri Sultan. Sebab, beliau digelari Al- Qanuni, karena penerapan undang-undang berbasis syariat Islam tersebut.
Tarian erotis di depan Sultan
Dalam film King Suleiman, bahkan sejak episode perdana, digambarkan Sultan disuguhi tarian-tarian erotis di depan matanya. Hal ini sangat bertolak belakang dengan pribadi Sultan dalam sejarah Daulah Utsmaniyah. Bahkan, jika tidak disensor, film tersebut juga menampilkan adegan ‘ranjang’.
Sultan yang angkuh
Di film King Suleiman, Sultan Sulaiman Al- Qanuni digambarkan sebagai sosok yang angkuh. Padahal, dari buku-buku sejarah Islam, Sultan Sulaiman Al-Qanuni adalah sosok yang bijak dalam mengambil keputusan. Karenanya ia menjadi salah seorang pemimpin Daulah Utsmaniyah yang paling disegani.
Sultan suka berganti-ganti pasangan
Dalam film ini, Sultan juga digambarkan sebagai pria yang suka berganti-ganti pasangan. Bahkan dalam novelnya, Sultan bisa memilih siapa saja harem yang akan menemaninya di ranjang.
Penyesatan informasi
Meskipun ada yang membela film tersebut hanya sebuah hiburan, nyatanya film mampu membentuk persepsi jutaan penonton terhadap kisah yang difilmkan. Dengan cerita yang tidak sesuai sejarah, film tersebut sengaja atau tidak telah membelokkan sejarah Sultan Sulaiman Al-Qanuni dan Daulah Utsmaniyah dalam benak masyarakat.
Merusak citra Daulah Islam
Dengan menitikberatkan cerita pada harem dan percintaan yang sebenarnya fiktif, film King Suleiman membuat citra Daulah/Khilafah Islam ternoda. Apalagi, masa Sulaiman Al-Qanuni dikenal dalam sejarah Islam sebagai puncak keemasan kekhilafahan Turki dengan berkembangnya dakwah ke tiga benua.
Merusak citra pemimpin Islam
Meskipun film ini hanya bercerita soal Sultan Sulaiman, tetapi bisa membentuk persepsi orang-orang awam atau yang belum mengenal Islam dengan baik berkesimpulan bahwa kehidupan pemimpin Islam tak ubahnya seperti gambaran film tersebut. Erat dengan wanita seksi, tarian, dan kebobrokan moral.
Merusak citra Islam
Gabungan dari sembilan ‘dosa’ sebelumnya dapat membentuk ghazwul fikri(perang/invasi pemikiran/budaya) yang cukup dahsyat. Meskipun pada awalnya hanya ‘menyerang’ Sultan Sulaiman Al-Qanuni, lalu Daulah Utsmaniyah, pada akhirnya juga mengarah pada citra Islam.
Orang-orang awam, terutama orang-orang kafir, bisa mengambil kesimpulan bahwa Islam adalah seperti apa yang difilmkan. Jika persepsi itu yang muncul, mereka dapat terhalang dari dakwah Islam karena menutup diri berdasarkan informasi awal itu.
Karenanya, tugas dari para ulama dan para dai, jika film seperti ini tetap ditayangkan maka sejarah yang benar tentang Islam harus disebarluaskan lebih massif. Dan akan lebih baik lagi jika dibuat film-film Islami yang sesuai dengan sejarah seperti Ar Risalah dan Omar Mochtar.
(samirmusa/arrahmah.com)