KIEV (Arrahmah.id) — Pejabat intelijen Eropa mengklaim Rusia berencana melakukan eksekusi publik di kota-kota Ukraina yang direbut dalam upaya untuk mematahkan moral.
Praktik eksekusi brutal di publik ini kerap mewarnai perang Suriah yang menjadikan jasad musuh sebagai alat intimidasi dengan ‘memampangnya’ di berbagai titik kota.
Tindakan keras terhadap aksi protes, pemenjaraan lawan politik, dan eksekusi publik semuanya dikatakan sebagai bagian dari strategi invasi orang nomor satu Rusia, Vladimir Putin.
Sumber informasi merupakan pejabat anonim, yang mengaku telah melihat dokumen dari badan intelijen Rusia, Federal Security Service, lapor Bloomberg (4/3/2022).
“Badan yang dipersiapkan itu juga merencanakan pengendalian massa dengan kekerasan dan penahanan represif terhadap penyelenggara protes untuk mematahkan moral Ukraina,” kata editor politik Bloomberg Kitty Donaldson menambahkan.
Memasuki hari kesepuluh invasi Rusia yang dikutuk secara luas, Putin yang tak menunjukkan tanda-tanda melunak mengatakan kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron bahwa Rusia bermaksud untuk sepenuhnya mewujudkan penaklukan militer atas Ukraina.
Ini artinya memberangus pemerintahan di Kiev, yang sejauh ini mendapat dukungan di seluruh dunia karena perlawanannya dalam menghadapi agresi militer yang luar biasa.
Pasukan Rusia hingga kini terpantau bergerak di Mariupol, meskipun Ukraina masih memiliki kendali atas kota di tenggara ibu kota tersebut.
Militer Rusia juga menyatakan memegang kendali atas Kherson yang berpenduduk 280.000 jiwa.
Pejabat lokal Ukraina mengonfirmasi pasukan Rusia telah mengambil alih markas pemerintah lokal di pelabuhan Laut Hitam ini, sekaligus menjadi kota besar pertama yang jatuh sejak dimulainya perang.
Hari ini, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy sekali lagi mendesak Putin untuk bertemu dengannya guna mencapai kesepakatan.
“Aku harus berbicara dengan Putin, dunia harus berbicara dengan Putin, karena tidak ada cara lain untuk menghentikan perang ini kecuali berbicara dengannya,” ujarnya.
PBB melaporkan lebih dari satu juta pengungsi melarikan diri ke negara-negara tetangga.
Gelombang pengungsi ini menjadi salah satu krisis kemanusiaan terburuk di Eropa sejak Perang Dunia II.
Menurut media Ukraina, pasukan Rusia juga telah memasuki kota selatan Enerhodar, pusat energi utama di Sungai Dnieper yang menyumbang sekitar seperempat daya dari pembangkit listrik negara itu.
Enerhodar merupakan tempat di mana pembangkit nuklir terbesar Eropa Zaporizhzhia berada. Wali kota Enerhodar mengatakan pasukan Ukraina di pinggiran kota masih memerangi pasukan Rusia.
Pertempuran sengit berlanjut di pinggiran kota pelabuhan strategis lainnya di Laut Azov, Mariupol hingga berujung kegelapan akibat listrik yang terputus hingga mengisolasi warga yang ketakutan.
Listrik dan sambungan telepon sebagian besar mati dan warga menghadapi kekurangan makanan dan air.
Tak itu saja, berondongan peluru juga dilaporkan mewarnai kota utara Chernihiv di sedikitnya 33 warga sipil tewas dan 18 terluka akibat pemboman pasukan Rusia di daerah pemukiman.
Kru penyelamat terpaksa menunda pencarian di antara reruntuhan karena rentetan tembakan belum mereda. (hanoum/arrahmah.id)