JAKARTA (Arrahmah.com) – Ditengah maraknya kasus kekerasan seksual dan kejahatan lain yang diakibatkan oleh miras, pemerintah berencana akan mencabut peraturan daerah (perda) tentang pelarangan minuman keras atau miras.
Menanggapi hal tersebut, wakil Ketua Komite III DPD yang juga Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Miras (Genam) Fahira Idris menyesalkan sikap pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), yang memberikan rekomendasi pencabutan peraturan daerah (perda) dengan dalih adanya peraturan yang tumpang tindih soal minuman keras (miras).
Dia menilai, rekomendasi pencabutan Perda miras tersebut tidak berdasar. Sikap pemerintah ini mencerminkan tidak adanya sensitivitas terhadap maraknya kejahatan akibat miras akhir-akhir ini
“Saya mau ingatkan, yang paling bahaya dari sebuah pemerintahan adalah jika dia sudah kehilangan sensitivitasnya terhadap persoalan yang dihadapi masyarakatnya,” ungkap Fahira Idris, pada Jum’at (20/5), sebagaimana dilansir Republika.co.id.
Miras masih menjadi jadi momok di masyarakat, lanjutnya, apalagi kalau aturan mau dicabut. “Saya nggak habis pikir, pemerintah ini maunya apa sih?”
Menurut Fahira, alasan perda miras tumpang tindih dan bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi juga tidak berdasar. Saat ini, aturan Pemerintah Pusat soal Miras masih Perpres No.74/2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.
Ada poin khusus dalam Perpres ini, di mana kepala daerah diberikan wewenang untuk mengatur peredaran miras sesuai dengan kondisi kulturnya. Artinya, daerah bukan hanya punya wewenang membuat perda yang mengatur miras, tetapi juga diberi ruang untuk membuat perda antimiras.
Kedua, Permendag No.06/2015 yang melarang total semua minimarket/toko pengecer di Indonesia menjual segala jenis minol. Ia mengungkapkan ini sudah kali kedua pemerintah mencoba melonggarkan aturan mengenai miras.
Pertama, dengan merelaksasi Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A.
Dahulu hal itu sempat membuat gaduh dan kemudian dianulir. Kedua, dengan merekomendasi pencabutan perda-perda miras yang saat ini mulai bergulir. Bila upaya pencabutan miras ini dibiarkan, menurutnya, masyarakat bisa marah.
Seolah pemerintah terus test the water soal miras. “Janganlah dalih investasi dijadikan alasan untuk mencabut perda-perda miras,” tandasnya.
(ameera/arrahmah.com)