SURIAH (Arrahmah.id) — Anggota kelompok perlawanan Suriah berusaha mencari celah di tengah perang Rusia-Ukraina dengan pergi ke Ukraina untuk membalas dendam.
Pejuang asing dari berbagai negara telah mulai berjalan ke Ukraina sebagai tanggapan atas seruan Kiev untuk membantu memerangi invasi Rusia.
Akan tetapi bagi pejuang perlawan Suriah yang mencari jalan ke Eropa timur, pertempuran itu bersifat sangat pribadi.
Beberapa pejuang Suriah di Suriah utara dan Turki mengatakan bahwa mereka mencoba melakukan perjalanan dan mengangkat senjata melawan Rusia.
Sejak 2015, Moskow telah melancarkan perang di Suriah atas nama Presiden Bashar al Assad.
Sementara itu, pada saat pesawat tempur Rusia melakukan serangan udara sesekali, front antara wilayah yang dikuasai oposisi dan Damaskus telah mendingin dalam beberapa tahun terakhir.
Kesempatan untuk membalas dendam pada Rusia di tempat lain pun dinilai terlalu bagus untuk dilewatkan bagi beberapa pejuang perlawanan Suriah.
Khususnya, ada yang mengatakan karena perjanjian gencatan senjata yang ditengahi asing telah membatasi mereka meluncurkan serangan terhadap pasukan Rusia di Suriah.
“Ada pemuda yang mungkin pergi sebagai sukarelawan karena ini adalah kesempatan besar untuk membalas dendam pada pasukan Rusia ketika mereka tidak dapat meluncurkan serangan di sini,” tutur Abu Amin, pemantau perang pemberontak Suriah, seperti dilansir Middle East Eye (2/3/2022).
Sejauh ini, pejuang perlawanan Suriah paling terkemuka yang mengumumkan niatnya untuk memperjuangkan Ukraina adalah Suheil Hammoud.
Dia adalah seorang pria yang biasa dikenal dengan julukan kehormatannya Abu TOW, dengan catatan produktifnya menggunakan rudal anti-tank.
Suheil Hammoud dilaporkan telah menghancurkan 145 target menggunakan rudal TOW, termasuk tank Rusia modern.
Akan tetapi, ‘kulit kepala’ terbesarnya adalah dua jet tempur MiG-23 Rusia, yang dia klaim dipukul di bandara militer Aleppo.
“Saya berhubungan dengan beberapa pihak untuk keluar dari Suriah dan mencapai Ukraina, untuk menghadapi pasukan Rusia bersama dengan saudara-saudara Ukraina saya,” kata Suheil Hammoud.
Dia menambahkan bahwa dirinya mencoba untuk pergi ke Ukraina secara pribadi dengan cara apapun.
“Saya mencoba untuk pergi secara pribadi dengan cara apapun. Saya tidak berencana untuk pergi dengan seluruh tim saya, demi keselamatan mereka,” ujar Suheil Hammoud.
Rusia mengumpulkan hampir 200.000 tentara di perbatasan Ukraina sebelum memulai serangannya pada hari Kamis.
Diyakini lebih dari sepertiga pasukan tersebut sekarang berada di Ukraina.
Ukraina pun dinilai telah bertahan dengan baik sejauh ini.
Selama 24 jam pertama invasi, tentara Rusia mengalami lebih banyak kerugian daripada selama delapan tahun dalam perang Suriah.
Akan tetapi, pemboman Rusia sudah menjadi lebih ganas dan lebih sembarangan.
“Ini jelas pertempuran yang sulit dan sengit, tetapi saya siap untuk bertarung sampai tentara Rusia terakhir di Ukraina, atau sampai pertempuran kembali di Suriah,” kata Suheil Hammoud.
Menurutnya, Rusia tidak dapat melancarkan serangan di Suriah secara paralel.
“Bagian depan tidak aktif di sini di Idlib. Rusia tidak dapat melancarkan serangan di Suriah secara paralel dengan serangan Ukraina dan pasukan Suriah tidak mampu meluncurkan serangan sendiri,” tutur Suheil Hammoud.
Sementara itu, Alaa Qatarmez, seorang sersan di tentara Suriah hingga 2012 saat dia membelot ke oposisi mengatakan bahwa dirinya juga berencana untuk pergi ke Ukraina.
“Saya meninggalkan pemberontak dua tahun lalu dan sekarang bekerja sebagai vendor di Idlib karena kurangnya pertempuran,” ucapnya menggunakan nama samaran untuk alasan keamanan.
Alaa Qatarmez mengatakan Suriah memiliki banyak warga sipil tak berdosa yang terbunuh oleh serangan Rusia.
“Kami memiliki warga sipil tak berdosa, termasuk anak-anak, yang terbunuh oleh serangan pasukan Rusia, jadi Rusia harus berjuang di mana saja di dunia,” ujarnya.
Seperti banyak pemberontak dan mantan pejuang lainnya, Alaa Qatarmez telah mencari bantuan untuk bisa bepergian ke Ukraina melalui grup Facebook.
“Saya mencoba menghubungi kedutaan Ukraina untuk pergi, atau setidaknya pejuang di sana. Saya ingin memberi mereka beberapa pengalaman yang kami dapatkan selama perang,” tuturnya.
Mantan pejuang perlawanan Suriah itu pun menekankan adanya dendam lama terhadap Rusia yang melatarbelakangi kepergiannya ke Ukraina.
“Kami memiliki dendam lama terhadap Rusia, yang tidak dapat dihapus oleh sejarah. Saya sangat menantikan hari ketika Rusia akan runtuh,” kata Alaa Qatarmez. (hanoum/arrahmah.id)