LONDON (Arrahmah.com) – Pemerintah Inggris telah dituduh mengabaikan bukti bahwa senjatanya mungkin telah digunakan oleh “Israel” dalam serangan di Gaza tahun lalu, setelah penawaran persenjataan senilai £ 4m telah disetujui oleh Inggris dalam beberapa minggu dari konflik itu.
The Independent, sebagaimana dilansir oleh Muslim News, Jum;at (3/7/2015) mengungkapkan bahwa Inggris memberikan lampu hijau bagi puluhan ekspor perlengkapan militer untuk “Israel”, termasuk komponen untuk drone dan rudal udara, segera setelah agresi “Israel” ke Gaza.
Kampanye-kampanye yang melawan perdagangan senjata itu mengatakan bahwa ekspor tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Inggris sedang melakukan “bisnis seperti biasa” dalam penjualan senjata ke “Israel” dan menutup “mata” terhadap risiko dimana persenjataan buatan Inggris bisa digunakan dalam agresi “Israel” di gaza.
Pemboman tahun lalu memicu seruan kepada Inggris untuk menghentikan semua ekspor senjata ke “Israel” setelah para menterinya mengakui mereka telah menemukan 12 kasus di mana senjata yang mengandung komponen Inggris mungkin telah digunakan oleh pasukan “Israel” di wilayah pendudukan.
Penolakan pemerintah Inggris untuk menangguhkan lisensi ini menyebabkan perpecahan dalam koalisi itu dan menyebabkan pengunduran diri dari menteri Luar Negeri Baroness Warsi, yang mengatakan bahwa sikap Inggris selama serangan udara dan laut “Israel” telah “secara moral tidak dapat dipertahankan”. Dia mengatakan semua penjualan senjata harus dihentikan dengan segera.
Menteri itu berjanji tahun lalu untuk meninjau semua izin dengan “Israel” untuk menilai risiko persenjataan Inggris yang digunakan di wilayah pendudukan dan mempublikasikan hasilnya.
Tapi angka terbaru yang diterbitkan dalam sebuah laporan tentang ekspor senjata menunjukkan bahwa Inggris masih terus menjual senjata bernilai jutaan ke “Israel”, baik secara langsung maupun melalui negara pihak ketiga termasuk Jerman, Amerika dan Italia.
Andrew Smith, juru bicara Kampanye Melawan Perdagangan Senjata, mengatakan bahwa lebih dari 2.000 orang tewas dalam pemboman “Israel” di Gaza, namun beberapa bulan setelah konflik itu bisnis persenjataan masih berlangsung dengan pemerintah Inggris dan perusahan persenjataan yang didukungnya.
“Bahkan pemerintah telah mengakui bahwa sangat mungkin senjata Inggris yang digunakan terhadap Gaza tahun lalu. Sekarang pemerintah Inggris menutup mata terhadap buktinya sendiri. Penjualan senjata ini memberikan pesan bahwa keuntungan perusahaan senjata dan kontrak militer lebih penting dari pada hak asasi manusia Palestina,” kata Andrew Smith.
(ameera/arrahmah.com)