LONDON (Arrahmah.com) – Inggris terus melatih personil militer Bahraini di Sandhurst beberapa bulan setelah negara Teluk itu mulai ditimpa oleh kerusuhan berdarah antara polisi tindakan keras brutal terhadap demonstran pro-demokrasi, itu diungkapkan kemarin.
Lima perwira militer Bahrain menerima kuliah di akademi elit militer di Surrey bulan lalu, Lembaga Kebebasan Informasi (FoI) mengungkapkan.
Kabar ini muncul saat Menteri Pertahanan (MoD) Inggris dikritik karena mengirimkan personil militer ke Arab Saudi untuk melatih penjaga nasional kerajaan Bahrain dan mentransfer teknik menangani ketertiban umum dan penggunaan senapan snipper. Pasukan keamanan telah dikerahkan untuk membantu menumpas pemberontakan di Bahrain dan memberlakukan darurat militer.
Lima peserta latihan itu telah kembali ke rumah. Di antara mereka adalah Sheikh Mohammed bin Salman al-Khalifa, anak Putra Mahkota Bahrain, Sheikh Salman bin Hamad al-Khalifa.
Sandhurst memiliki sejarah panjang pelatihan perwira militer dari Bahrain.
Bahrain diperintah oleh keluarga kerajaan Sunni, meski mayoritas penduduknya Syiah. Kebanyakan dari mereka tewas setelah setelah aksi demonstrasi meletus. Tewasnya sejumlah demonstran ini disebabkan oleh pasukan yang sudah dilatih di Sandhurst.
Namun Kementerian Pertahanan Inggris menekankan bahwa hanya sebagian kecil saja dari peserta trainingnya yang dilibatkan di lapangan.
Raja Bahrain, Hamad bin Isa al-Khalifa, adalah lulusan Sandhurst. Ia juga merupakan pelindung dari Yayasan Sandhurst. Al Khalifa telah menyumbangkan £70.000. Menurut angka resmi, 61 pasukan elit Bahrain telah dilatih di akademi sejak tahun 1995.
Secara terpisah, FoI mengungkapkan bahwa 20 tim Inggris dikirim ke Arab Saudi setiap tahun untuk memberikan instruksi penggunaan senjata serta keterampilan militer lainnya, termasuk penanganan insiden, menjinakkan bom, dan pelatihan sniper”.
Nicholas Gilby dari Kampanye Melawan Perdagangan Senjata, mengatakan: “Inggris memiliki peran penting Inggris dalam pelatihan Garda Nasional Arab Saudi selama bertahun-tahun dan telah memungkinkan mereka untuk mengembangkan taktik dalam rangka menekan pemberontakan populer di Bahrain.” (althaf/arrahmah.com)