LONDON (Arrahmah.com) – Pejabat intelijen Inggris yang menangani kontra-terorisme, Charless Farr menyatakan bahwa Kerajaan Inggris berrkuasa untuk memata-matai akun media sosial masyarakat sebagai strategi kontra-terorisme pada Selasa 17/6/2014 kepada Financial Times.
The Office for Security and Counter Terrorism (OSCT) telah mengakui data pengguna Facebook dan Twitter di Inggris dapat disadap, bahkan dinonaktifkan oleh negara.
OSCT telah menegaskan bahwa negara secara hukum diperbolehkan untuk memintas data pada Facebook dan pengguna Google di Inggris.
Menurut Direktur Jenderal Charles Farr, intersepsi acak komunikasi warga Inggris melalui situs ini, serta platform utama lainnya seperti YouTube, diperbolehkan karena mereka berbasis di Amerika Serikat, maka upaya itu dapat digolongkan sebagai operasi “komunikasi eksternal”.
Dia berbicara setelah Privacy International memulai tantangan hukumnya dengan bantuan kelompok-kelompok kebebasan sipil lainnya, termasuk Liberty dan Amnesty International, menyusul pengungkapan terbaru oleh mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional Edward Snowden.
Eric King, Wakil Direktur Privacy International, berkomentar, “Badan intelijen tidak dapat dianggap bertanggung jawab kepada parlemen dan masyarakat yang mereka layani ketika tindakan mereka dikaburkan melalui interpretasi rahasia hukum Bizantium.”
James Welch, Direktur Hukum di Liberty, menambahkan bahwa tidak ada lagi keraguan bahwa undang-undang privasi di Inggris memerlukan “perombakan radikal”.
Ia menuduh dinas keamanan di Inggris beroperasi dalam “hukum dan etika yang vakum”, menambahkan bahwa kebungkaman dari wakil-wakil rakyat terpilih tentang masalah ini telah “memekakkan telinga” masyarakat.
(adibahasan/arrahmah.com)