LONDON (Arrahmah.com) – Inggris dan Perancis, pemrakarsa perang yang saat ini dipimpin oleh salibis NATO di Libya, tengah mengumpulkan gagasan mengenai kebolehan bagi penguasa tangan besi, Muammar Gaddafi, untuk tetap tinggal di negaranya jika ia menyerahkan kekuasaan.
Saat operasi pengeboman mereka menemui jalan buntu, dua sekutu Eropa ini lanjutkan persekongkolan mereka untuk menyingkirkan Gaddafi. Setelah puluhan orang tewas, ratusan terluka, dan ribuan orang kehilangan tempat tinggal mereka akibat operasi militer salibis Barat yang lebih dari empat bulan, Perancis kembali menjadi negara pertama yang secara terbuka menunjukkan sikap bahwa Gaddafi bisa tinggal di Libya di bawah pengawasan.
Di London, menteri luar negeri Inggris dan Perancis, William Hague dan Alain Juppe, sekali lagi menyerukan Gaddafi untuk meninggalkan kekuasaan.
Inggris mengklaim telah tidak mengubah kebijakan, tetapi komentar Hague ditafsirkan sebagai dukungan diam-diam untuk penyikapan yang dipublikasikan melayang pekan lalu oleh Perancis.
“Ada tekanan dari sisi Perancis untuk mencoba menemukan solusi politik,” kata Denis Bauchard dari lembaga hubungan internasional yang berbasis di Paris, IFRI.
“Inggris akan menempuh cara yang sama seperti Perancis,” tambah Bauchard.
Seorang utusan PBB yang berusaha menemukan cara untuk mengakhiri perang Libya dinilai telah membuat kemajuan kecil pada kunjungan ke Tripoli untuk melakukan pembicaraan dengan Perdana Menteri Al-Baghdadi Ali Al-Mahmoudi.
Rezim mengatakan kepadanya pada hari Selasa (26/7/2011) bahwa NATO harus mengakhiri serangan udara sebelum pembicaraan dapat dimulai dan bahwa peran Muammar Gaddafi sebagai pemimpin tidak bisa dikompromikan.
“Salah satu kemungkinan yang dipertimbangkan adalah bahwa dia [Gaddafi] tinggal di Libya, tetapi ia harus diasingkan dari kehidupan politik Libya,” kata menteri luar negeri Perancis pekan lalu.
“Itulah yang saat ini kami tunggu sebelum kami memulai proses politik untuk gencatan senjata,” tambah Juppe. (altha/arrahmah.com)