DEN HAAG (Arrahmah.id) – Inggris membela “Israel” di hadapan Mahkamah Internasional (ICJ), dengan mengatakan bahwa perselisihan antara “Israel” dan Palestina tidak boleh diselesaikan dalam kerangka fungsi penasehat pengadilan.
Hal ini disampaikan dalam pidato Dan Saroshi, seorang profesor hukum internasional di Universitas Oxford, atas nama Inggris, di hadapan Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, dalam sidang membahas konsekuensi hukum yang timbul dari kebijakan dan praktik “Israel” di wilayah pendudukan Palestina.
“Pengadilan tidak seharusnya menyelesaikan perselisihan antara pihak-pihak yang menggunakan yurisdiksi penasehatnya,” jelas Saroshi. “Sebaliknya, fungsi penasehatan pengadilan adalah untuk memberikan nasihat hukum kepada badan-badan PBB yang meminta pendapat.”
Dia menambahkan, “Pertanyaan yang diajukan saat ini dalam pendapat pengadilan akan menciptakan situasi yang merugikan “Israel”.” Saroshi menekankan bahwa persetujuan “Israel” harus diperoleh dalam kasus ini.
Sally Langrishe, Direktur Urusan Hukum Kementerian Luar Negeri Inggris dan perwakilannya di Mahkamah Internasional, mengatakan bahwa posisi negaranya dalam konflik ini telah dikenal sejak lama, yakni “solusi dua negara adalah satu-satunya solusi yang akan menjamin penentuan nasib sendiri bagi rakyat Palestina dan melindungi identitas dan keamanan “Israel”.”
Langrish menambahkan bahwa Inggris ingin segera menghentikan serangan di Gaza, dan kemudian mencapai gencatan senjata yang berkelanjutan dan permanen.
Jumat (23/2/2024) adalah hari kelima sidang yang diadakan oleh Mahkamah Internasional mengenai konsekuensi hukum dari praktik “Israel” di wilayah pendudukan Palestina atas permintaan Majelis Umum PBB.
Dalam pendapat serupa, Mahkamah Internasional memutuskan pada 2004 bahwa pembangunan tembok pemisah di Tepi Barat yang diduduki adalah ilegal, dan menuntut agar “Israel” menghapus tembok tersebut dari seluruh wilayah Palestina, termasuk Yerusalem Timur dan sekitarnya, dengan kompensasi atas biaya yang dikeluarkan kepada mereka yang terkena dampak, namun Tel Aviv tidak melaksanakan permintaan pengadilan.
Dukungan tanpa batas
Beberapa hari yang lalu, Inggris abstain dalam pemungutan suara untuk rancangan resolusi Aljazair di Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera karena alasan kemanusiaan di Gaza.
Resolusi tersebut mendapat dukungan dari 13 negara anggota Dewan, sementara Amerika Serikat menggunakan hak vetonya untuk ketiga kalinya sejak dimulainya perang ini.
Baru-baru ini, sebuah laporan mengungkapkan bahwa Inggris – bersama dengan Jerman – berada di puncak daftar negara-negara Eropa yang terus mendukung “Israel” dengan senjata, meskipun ada tuduhan genosida terhadap “Israel” dalam invasinya di Jalur Gaza.
Mahkamah Agung di London juga menolak gugatan untuk menangguhkan ekspor senjata Inggris ke “Israel” mengingat agresi “Israel” yang sedang berlangsung di Gaza selama lebih dari 4 bulan, yang mengakibatkan puluhan ribu korban sipil.
Yayasan Al-Haq Palestina untuk Hak Asasi Manusia dan koalisi Jaringan Aksi Hukum Global mengajukan gugatan tersebut pada Desember lalu, dan pada Januari lalu, mereka yang mengajukan gugatan tersebut meminta Mahkamah Agung untuk mempercepat peninjauan kembali atas keputusan pemerintah Inggris untuk terus menjual suku cadang militer dan senjata ke “Israel”, sebelum pengadilan menolak kasus tersebut. (zarahamala/arrahmah.id)