Oleh Uqie Nai
Member Menulis Kreatif
Persoalan sampah di negeri ini khususnya Jawa Barat, memang belum tersolusikan secara optimal. Tumpukan sampah kerap ditemukan di area pemukiman, pasar, di pinggir jalan, bahkan di bantaran sungai. Penyebabnya bukan semata masih kurangnya tempat pembuangan akhir (TPA) sampah tapi juga karena rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan lingkungan. Kedua faktor ini tak akan muncul begitu saja jika peran pemerintah berfungsi sebagaimana mestinya. Salah satunya sebagai pengelola dan penanggung jawab urusan publik.
Memang telah ada upaya yang dilakukan pemerintah, baik pusat maupun daerah. Baik untuk individu masyarakat ataupun lembaga. Di antaranya sosialisasi memilah sampah organik dan non-organik dalam program ‘Bank Sampah.’ Teknisnya, masyarakat menyetorkan limbah rumah tangga untuk diproses menjadi barang ekonomis seperti mainan anak, perabot dapur dan lainnya. Ada juga berupa infrastruktur Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS).
Salah satu TPPAS terbesar di Jawa Barat adalah TPPAS Legok Nangka yang berada di jalan Nagrek Kabupaten Bandung dengan luas area 90 Ha dan kapasitas 1.853 – 2.131 ton/hari yang bersumber dari 6 (enam) kabupaten/kota yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Sumedang dan Kabupaten Garut.
TPPAS Legok Nangka merupakan proyek pemerintah Jabar yang telah diinisiasi sejak 2002, akan tetapi baru diresmikan pada 28 Juni 2024. Tepatnya setelah Pemprov Jabar melakukan penandatanganan kerjasama dengan PT JES yang dikelola konsorsium Jepang, Sumitomo Hitachi Zosen di Gedung Sate, Bandung.
Senior Advisor to Minister of Enviroment Japan Ono Hiroshi menuturkan, Legok Nangka merupakan satu dari tiga proyek penting yang dilakukan antara pemerintah Jepang dan Indonesia. Menurut Ono, pemerintah Jepang berjanji akan membantu penanganan sampah di Jawa Barat, bukan hanya Legok Nangka tapi akan ada proyek lain di wilayah Bekasi, Karawang dan Purwakarta. (Detikjabar, Jumat 28/2024)
Persoalan Sampah adalah Persoalan Sistem
Infrastruktur merupakan salah satu kebutuhan publik yang wajib dipenuhi negara. Pun demikian dengan TPPAS. Sampah harian dari konsumsi masyarakat tak pernah berhenti, belum termasuk restoran, pasar, atau industri makanan. Mengandalkan kesadaran masyarakat saja tidaklah cukup jika kontrol negara terhadap para produsen makanan yang menggunakan kemasan plastik, karton, atau styrofoam masih minim. Merekalah sebetulnya penghasil limbah terbanyak saat memproduksi barang, makanan dan minuman.
Oleh karena itu dibutuhkan penanganan sampah secara optimal agar tidak menjadi masalah sosial di kemudian hari atau bahkan menjadi negeri dengan label “darurat sampah” karena dianggap tak mampu menyelesaikan sampah yang terus menumpuk.
Sebetulnya pemerintah mampu membangun TPPAS secara mandiri tanpa menunggu kucuran dana dari pihak investor asing. Apalagi harus menunggu puluhan tahun demi terjalinnya kerjasama tersebut sementara masalah sampah sudah cukup kompleks.
Dengan menggandeng investor asing membangun infrastruktur pengolahan sampah, ini menunjukkan bahwa negara tak mampu berdiri di atas kaki sendiri. Padahal, ketergantungan dengan pihak luar akan menyebabkan kedaulatan negara makin rendah di mata dunia, di samping menambah beban utang luar negeri yang terus melambung. Dan yang lebih utama adalah bantuan asing itu tidak cuma-cuma alias no free lunch.
Sangat dimengerti jika akhirnya pemerintah lebih memilih kerjasama dengan pihak luar karena pemerintah tak cukup memiliki dana segar selain mengandalkan pajak, itupun masih belum memadai karena kebutuhan untuk menggaji pejabat dan anggota dewan cukup besar, belum termasuk untuk kebutuhan pemilu, kampanye, acara kenegaraan, infrastruktur publik dan ibukota baru di Kalimantan. Saking besarnya hingga dana umatpun kerap disasar negara, semisal zakat, wakaf, haji atau umroh.
Ironis memang, kekayaan yang cukup berlimpah di negeri Zamrud Katulistiwa ini tak membuat bangsa dan negara kaya. Aset-aset publik semisal tambang, migas, gas, air, hutan dan kekayaan laut tidak dikelola sendiri melainkan dikapitalisasi dan diswastanisasikan. Hatta, yang memiliki dana segar tentunya mereka para kapital dan pihak swasta.
Yang perlu dilakukan negara adalah: 1) Membatasi penggunaan bahan yang sulit terurai semisal plastik dan derivatnya, baik individu masyarakat maupun pengusaha. 2) Mencari bahan pengganti yang ramah lingkungan dan higienis. 3) Mensosialisasikan secara kontinu akan pentingnya hidup sehat, lingkungan bersih, dan mengimbau agar warga bisa mengelola sampah secara mandiri. 4) Menerapkan sanksi tegas pada pelaku yang tidak menjalankan arahan poin 1-3. 5) Membangun infrastruktur untuk mengurai sampah tanpa menimbulkan polusi udara dan lingkungan. Bisa mendaur ulang menjadi kompos atau alat-alat baru yang bermanfaat. 6) Pembiayaan sepenuhnya dari negara dengan memanfaatkan sumber-sumber keuangan dalam negeri. Bukan dengan jalan berutang pada investor asing atau lembaga keuangan internasional dengan ribawinya.
Dari keenam poin di atas, yang paling krusial dan mesti dilakukan negara adalah berhenti mengadopsi dan menerapkan paham kapitalisme-demokrasi. Satu paham yang tidak akan pernah bisa membuat negeri ini makmur dan sejahtera karena begitu ramah terhadap kaum imperialis Barat untuk merampok aset-aset milik rakyat dan memecah belah persatuan umat dengan paham tersebut.
Kembali pada Syariat, Umat dan Lingkungan Sehat
Islam sebagai agama dan ideologi sahih, terdepan dalam masalah kebersihan. Dan negara yang mengadopsinya akan merealisasikan maksud dan tujuan yang diinginkan syariat tersebut. Di antaranya sabda Baginda Rasulullah saw berikut:
“Sesungguhnya kebersihan itu bagian dari iman.” (HR Ahmad)
“Sesungguhnya Allah Swt itu Maha Baik. Dia menyukai yang baik. Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempat kalian.” (HR At Tirmidzi)
Hidup bersih dan sehat merupakan salah satu cara untuk menjaga kesehatan. Sebagaimana kesehatan merupakan nikmat Allah Swt. yang senantiasa wajib disyukuri, sebab dengan kesehatan ini manusia dapat beraktivitas dan menikmati kebahagiaan serta memaksimalkan ibadah.
Dengan landasan akidah akan pentingnya kebersihan maka kaum muslim akan selalu menjaga kesehatan badannya, kebersihan pakaiannya, rumahnya, lingkungannya dan alam di sekitarnya. Kesadaran ini akan didukung oleh negara dengan pembangunan sarana publik yang bersih dan nyaman. Ada tempat sampah berikut TPA-nya, ada petugas kebersihan yang digaji negara, dan ada tempat pengolahan limbah modern dengan fasilitas terbaik. Aman dan ramah lingkungan.
Dukungan atas fasilitas publik tersebut akan mudah diwujudkan oleh negara karena selain merupakan kewajibannya, negara pun memiliki sumber-sumber keuangan yang cukup besar. Baik dari kepemilikan negara seperti ghanimah, kharaj, fa’i, usyr, harta orang murtad, harta waris atau dari kepemilikan umum yang dikelola negeri semisal hasil tambang, batu bara, minyak bumi, gas, hutan, dan hasil laut.
Maka pantaslah ketika Islam ini diterapkan dalam institusi negara, yakni sekitar 14 abad lamanya, peradaban Islam demikian gemilang dan menjadi rujukan bangsa-bangsa Eropa. Karena Islam bukan hanya ideologi modern tapi terdepan dalam kemajuan. Orang Eropa pada saat itu tidak mengenal aktivitas mandi. Badan mereka tercium busuk, rambut tak terurus dan tak tahu cara menggosok gigi. Budaya gosok gigi juga dari budaya orang muslim yang telah mengenal membersihkan gigi dengan kayu siwak (miswak). Ratu Isabella yang dikenal sang jagal muslim Andalusia hanya mandi dua kali seumur hidupnya dan tidak pernah mengganti pakaian dalamnya hingga dikabarkan tewas karena hal tersebut.
Islam pula yang menjadi pelopor lahirnya para ilmuwan hingga menghasilkan karya fenomenal seperti alat/wadah pencuci tangan (wastafel), keran air mancur oleh Al-Jazari. Lalu ada Ar Razi yang dikenal sebagai penemu formula sabun. Ada juga bathtub yang ditemukan oleh muslim India bernama Bath dan masih banyak lagi lainnya.
Wallahu’alam bis shawab