ANKARA (Arrahmah.id) — Inflasi tahunan Turki melonjak ke level tertinggi dalam 20 tahun terakhir. Negara yang dipimpin Presiden Recep Tayyip Erdogan ini mencatat inflasi sebesar 48,7% per data Selasa (01/02/2022).
Angka ini muncul meski Erdogan sebelumnya menjamin jika lonjakan angka hanya sementara. Pemerintahannya juga mengatakan dapat meringankan beban warga Turki atas meningkatnya biaya hidup di negara tersebut.
Melansir CNBC (3/2), harga barang-barang konsumen melonjak 11,1% pada Januari 2022 dibandingkan dengan Desember 2021.
Menurut data Institut Statistik Turki, jumlah ini lebih tinggi dari prediksi analis, yang berkisar antara 9% dan 10%.
Mata uang Turki, lira juga kehilangan 44% nilainya pada tahun 2021 akibat penolakan Erdogan untuk menaikkan suku bunga karena inflasi secara konsisten naik.
Akibatnya, turbulensi mata uang menyulitkan masyarakat Turki karena nilai gaji mereka turun dan biaya barang dan energi meningkat secara drastis. Erdogan sendiri telah memprioritaskan kredit dan ekspor, sambil secara konsisten berargumen bahwa menaikkan suku bunga sebenarnya memperburuk inflasi daripada menjinakkannya.
Bank sentral Turki telah memangkas suku bunga sebesar 500 basis poin sejak September 2021 menjadi 14%.
“Hasil eksperimen kebijakan moneter Erdogan yang gagal,” kata Timothy Ash, ahli strategi pasar negara berkembang senior di BlueBay Asset Management, menulis dalam sebuah catatan setelah laporan inflasi.
“Sulit untuk melihat bagaimana CBRT (bank sentral Turki) dapat memotong inflasi ketika tidak dapat menaikkan suku bunga dan Erdogan akan fokus untuk mencoba meningkatkan pertumbuhan kredit lagi untuk meningkatkan popularitasnya menjelang pemilihan,” tambahnya.
Sementara Menteri Keuangan Turki Nureddin Nebati mengatakan kepada kantor berita Nikkei bahwa ia memperkirakan inflasi akan tetap di bawah 50%, memuncak pada bulan April mendatang. (hanoum/arrahmah.id)