JAKARTA (Arrahmah.com) – Indonesia mulai memasuki musim kemarau dalam beberapa bulan ke depan. Laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam analisisnya menyatakan Indonesia memasuki awal musim kemarau.
Pemerintah Indonesia mewaspadai adanya el nino meskipun dampaknya tidak terlalu besar. National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) memperkirakan April-Juni 2014 Indonesia akan disinggahi oleh el-Nino yang lemah.
“Sementara Juli-September itu moderat. Tapi ini baru ramalan. Sementara dari Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology (Jamstec) Jepang, April-Juni 2014 kondisi normal, Juli-September 2014 el nino lemah akan terjadi,” kata Menko Perekonomian Hatta Radjasa.
Sedangkan dari Australia sendiri, Hatta mengatakan perkiraan el nino akan terjadi pada Agustus-September, meskipun lemah sekali. Namun, untuk April-Juli kondisi masih akan normal.
“Kalau BMKG memperkirakan April-Agustus normal. September 2014 kalaupun ada el nino itu lemah. Tapi semua itu kami antisipasi, kalau terjadi apa pun harus kita lakukan untuk jaga produksi beras tetap pada sasaran target kita,” tukasnya .
El Nino diperkirakan akan dimulai pada Juli berdasarkan prakiraan pemerintah Australia. Hal tersebut diprediksi akan mengubah cuaca di seluruh dunia dan mengganggu harga komoditas.
Badan Meteorologi Australia mengatakan bawah enam dari tujuh model iklim yang disurvei menunjukkan ambang batas El Nino akan terlampaui pada Juli. Pemanasan iklim dari Samudera Pasifik tersebut akan memengaruhi atmosfer dan akan bertahan dalam beberapa bulan kemudian.
El Nino dapat memanaskan Asia serta membawa cuaca lembab dan basah untuk bagian Amerika Selatan dan Amerika Serikat, hal tesebut menantang para petani di Indonesia yang kekurangan hujan dan Brasil yang kelebihan hujan.
Goldman Sachs Groups Inc. mencatat minyak kelapa sawit dan gula sebagai tanaman yang akan terpengaruh El Nino.
“El Nino memiliki dampak ke sebagian besar bagian dunia,” papar Badan Meteorologi Australis seperti dikutip Bloomberg, Selasa (22/4/2014).
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana mewaspadai dampak El Nino lemah yang akan muncul mulai bulan Mei yang membuat kondisi cuaca Indonesia akan kering dan sedikit curah hujan. Kondisi itu diperkirakan bisa memicu terjadinya kebakaran lahan gambut.
“Selain kebakaran lahan gambut, juga berpotensi terjadi bencana asap, khususnya di Provinsi Riau,” kata Kepala Bidang Data BNPB Agus Wibowo di Pekanbaru, Sabtu (26/4, lansir ROL.
Secara klimatologis bulan Mei hingga September wilayah Riau curah hujan relatif sedikit ditambah dengan kondisi El Nino lemah, maka curah hujan akan lebih sedikit dari normalnya sehingga perlu diwaspadai adanya potensi kebakaran hutan dan lahan, katanya
Ia mengatakan BNPB menerima laporan lengkap dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru bahwa gejala anomali El Nino kecenderungannya akan terjadi mulai bulan Mei 2014 hingga Januari 2015 yang membuat kering wilayah Indonesia pada umumnya, dan Riau pada khususnya, karena curah hujan akan relatif sedikit.
Manurut dia, potensi kebakaran lahan gambut dan bencana asap akan terjadi di Riau dan sembilan provinsi lainnya. Khusus di Riau, prediksi hujan pada bulan Mei akan sangat kecil disejumlah daerah yang selama ini rawan terjadi kebakaran lahan dan hutan seperti di Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, Rokan Hulu, Bengkalis, Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi. Kondisi tersebut akan makin parah pada bulan Juni 2014.
Bahkan, tingkat potensi penyulutan api mulai bulan Mei akan merata di 12 kabupaten/kota di Riau.
“Selain itu, pada periode Juni-September arah angin akan bergerak dari selatan hingga barat daya menuju utara dan timur laut sehingga bila terjadi kebakaran hutan dan lahan, asap yang ditimbulkan akan berpotensi mengarah ke negara tetangga yakni Malaysia dan Singapura,” kata Agus Wibowo.
Dia mengatakan pemerintah pusat melalui BNPB akan terus berkomitmen untuk membantu pemerintah daerah setempat untuk penanggulangan bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan. Sebabnya, permasalahan tersebut diyakini lebih dominan dipicu oleh upaya-upaya perluasan lahan dan hutan untuk pemanfaatan secara ekonomi baik oleh perorangan, kelompok, dan perusahaan. (azm/dbs/arrahmah.com)