JAKARTA (Arrahmah.com) – Kata Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla hukum di Indonesia sangat toleran terhadap pelaku lesbian gay biseksual transgender (LGBT), berbeda dengan Malaysia yang memenjarakan kaum homoseksual itu.
“Kita masih lumayan. Kalau di Malaysia yang berbuat sodomi, gay itu bisa masuk penjara. Di Indonesia kan belum ada kasus itu,” kata Wapres Jusuf Kalla, di kantornya, Senin (15/2/2016), lansir Viva.
Dia mencontohkan, kasus yang menimpa mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia Mahatir Muhammad yang diduga melakukan sodomi. Dia akhirnya di penjara. Walau banyak pihak menilai, tudingan itu sangat politis.
Lanjut Kalla, secara pribadi memang yang memiliki naluri LGBT banyak dan lumrah saja. Karena, sejarah juga mencatat bahwa kaum LGBT ini sudah ada sejak dahulu.
“Asal bersifat pribadi. Yang salah kalau ini menjadi suatu gerakan untuk mempengaruhi orang lain. Apalagi ingin meresmikan semacam kawin (sesama jenis) itu,” kata JK.
Sebab, dalam aturan perundang-undangan di Indonesia, itu tidak bisa dilakukan. Sehingga, keinginan para kaum LGBT ini untuk mendapatkan pengakuan negara, tidak bisa dibenarkan.
“Kita ini tetap berdasarkan kepada moral, budaya dan keagamaan. Seperti itu,” ujarnya.
Hukum Islam
Hukum Syara’ atau Islam dalam sanksi liwâth (homoseksual) adalah bunuh; baik muhshan maupun ghairu muhshan. Setiap orang yang terbukti telah melakukan liwâth, keduanya dibunuh sebagai had baginya. Dalil yang demikian itu adalah sunnah dan ijma’ shahabat. Adapun sunnah, dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbâs ra berkata, “Rasulullah Saw bersabda,
«مَنْ وَجَدْتُمُوْهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ فَاقْتُلُوْا الْفاَعِلَ وَالْمَفْعُوْلَ بِهِ»
“Barangsiapa yang kalian dapati sedangkan melakukan perbuatannya kaum Luth, maka bunuhlah keduanya.” Diriwayatkan oleh Imam yang lima kecuali Nasa’iy.
Al-Hâfidz berkomentar, “Rijalnya tsiqat akan tetapi hadis ini masih diperselisihkan.” Ibnu Thalâ’ di dalam Ahkam mengatakan, “Tidak ada ketetapan dari Rasulullah Saw bahwa beliau merajam kasus liwâth, beliau juga tidak menjatuhkan hukuman pada kasus liwâth, namun liwâth ditetapkan berdasarkan kenyataan bahwa beliau Saw bersabda,
«اُقْتُلُوْا الْفاَعِلَ وَالْمَفْعُوْلَ»
“Bunuhlah kedua pelakunya.”
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbâs dari Abû Hurayrah. Selesai. Ini adalah dalil dari sunnah bahwa hukum liwâth adalah bunuh.
Adapun apa diriwayatkan dari Sa’id bin Jabi dan Mujâhid dari Ibnu ‘Abbâs,
«فِي الْبِكْرِ يُوْجَدُ عَلَى اللِّوَطِيَّةِ يُرْجَمُ»
“Jejaka yang didapati sedang melakukan liwâth maka rajamlah.” Maksud dari hadis di atas adalah bunuhlah dengan hukuman rajam, bukan bermakna bahwa had liwâth adalah rajam.
Hukum liwâth adalah dengan dibunuh dan boleh membunuh dengan cara rajam, gantung, ditembak dengan senapan, atau dengan wasilah yang lain. Karena hukum liwâth adalah hukuman mati, uslub atau wasilah yang digunakan untuk membunuh boleh berbeda-beda, karena yang penting adalah menjatuhkan hukuman mati.
(azm/arrahmah.com)