JAKARTA (Arrahmah.com) – Pemerintah Indonesia akan menghentikan sementara setidaknya tiga kebijakan dengan Australia karena negara itu tak kunjung memberi penjelasan terkait tudingan penyadapan yang dilakukan pada sejumlah pejabat pentingnya beberapa tahun lalu.
Presiden Susilo bambang Yudhoyono dalam sebuah pernyataan di Istana Negara menyatakan”masih tetap menunggu” penjelasan Australia terkait peristiwa ini, tetapi sementara menunggu respon dari negara kanguru itu, pemerintah merasa perlu mengkaji ulang sejumlah kebijakan, sebagaimana dirilis oleh BBC, Rabu (20/11/2013).
Tetapi Indonesia menurut Yudhoyono juga akan menghentikan sementara sejumlah kerja sama yang selama ini dilakukan bersama Australia.
“Saya minta dihentikan dulu kerja sama yang disebut pertukaran informasi dan pertukaran intelijen di antara kedua negara,” kata Presiden SBY, di depan wartawan dengan didampingi pejabat penting bidang luar negeri dan politik keamanan.
“Saya juga minta dihentikan dulu latihan-latihan bersama antara tentara Indonesia-Australia, baik Angkatan Darat, Laut dan Udara, maupun yang sifatnya gabungan,” tambah presiden seperti dilaporkan wartawan BBC di Istana Negara, Andreas Nugroho.
Kerja sama paling penting terkait hubungan dua negara saat ini menyangkut tindak lanjut terhadap pencari suaka ilegal, tak luput dari sasaran pemerintahan Yudhoyono.
“Saudara tahu menghadapi problem people smuggling yang merepotkan Indonesia dan Australia, kita punya kerja sama militer. Ini saya minta dihentikan dulu sampai semuanya jelas.”
‘Sikap over reaktif’
Jakarta memanggil pulang Duta Besar Nadjib Riphat dari posnya di Canberra, Senin (18/11), dan menggelar rapat di istana hari ini setelah mendengar laporan langsung dubes.
Pemerintah Indonesia selanjutnya akan mengirim surat resmi malam ini dengan tujuan PM Tony Abbott untuk meminta penjelasan sebagaimana sudah beberapa kali ditekankan baik oleh Yudhoyono sendiri maupun Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa.
Penjelasan itu menurut presiden harus menjawab pertanyaan dan kekesalan publik di Indonesia, sebagai “sikap resmi pemerintah Australia kepada Indonesia bukan kepada komunitas dalam negeri Australia”, tambah Yudhoyono.
Dalam sejumlah pernyataannya sejak muncul pemberitaan di Australia tentang penyadapan terhadap pejabat Indonesia ini, PM Tony Abbott berkali-kali menyebut Indonesia sebagai mitra dekat yang sangat penting bagi Australia, tetapi pada saat yang sama juga menegaskan “tak akan meminta maaf” kepada Indonesia.
Menghadapi pertanyaan di Parlemen Australia hari ini tentang kemajuan upaya menghadapi kemarahan Jakarta, PM Abbott mengatakan tidak ‘berencana untuk bersikap over reaktif” saat ini.
Perkembangan lain yang cukup mengejutkan muncul dari Kepala Badan Intelejen Negara, Marciano Norman, yang menyatakan aparat sejawatnya di Australia mengakui terjadi penyadapan antara 2007-2009.
Menurut Norman, setelah komunikasi antar-badan intelijen kedua negara, “sekarang dan ke depan, tidak ada lagi penyadapan itu”. (ameera/arrahmah.com)