JAKARTA (Arrahmah.com) – Saat ini, kemajuan sains dan teknologi berada di tangan Barat. Kemajuan sains dan teknologi Barat ini tak lepas dari kecerdasan dan keseriusan mereka mengadopsi dan menyontek karya dan pemikiran ilmuwan muslim. Karena, sebelum Barat, peradaban Islam memegang kendali dalam kemajuan sains dan teknologi.
Umat Islam sangat mungkin ’merebut’ kembali kejayaan sains dan teknologi dari tangan Barat. Hal ini dikatakan Ilham Akbar Habibie, Ketua Presidium ICMI Pusat belum lama ini dalam Seminar Peradaban Islam yang diselenggarakan Jakarta Islamic Center (JIC) di di Hotel Grand Cempaka, Jakarta.
”Islam sesungguhnya mampu dan punya peluang untuk menguasai kembali sains dan teknologi,” kata Ilham.
Menurut Ilham, Islam telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk berpikir luas dan mengkreasikan beragam gagasan yang berkenanaan dengan kehidupan manusia di dunia.
Ilham menambahkan kebangkitan peradaban Islam, khususnya di bidang sains dan teknologi adalah sebuah keniscayaan. ”Indonesia pun memiliki peluang untuk maju, karena potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang memadai,” jelas Ilham.
Menurut para ahli, saat ini Indonesia diduga memiliki sekitar 1,3 juta anak-anak dengan kualitas yang luar biasa (CIBI=cerdas istimewa berbakat istimewa). Jika potensi tersebut dimaksimalkan, kata Ilham, tentu akan menjadi modal awal yang penting untuk menjadikan Indonesia sebagai adidaya baru dalam kebangkitan di bidang sains dan teknologi.
Pendidikan menjadi kunci utama untuk mendorong kebangkitan penguasaan sains dan teknologi.
Namun sangat disayangkan saat ini minat berlajar kaum muslimin pada bidang sains atau ilmu eksakta agak menurun sehingga berdampak pada ketertinggalan kaum muslimin dibandingkan dengan peradaban Barat.
Dalam seminar tersebut hadir pula Fahmi Amhar, penulis dan trainer Technoscience Spiritual Quotient (TSQ). Fahmi mengungkapkan bahwa ada tiga hal yang harus dilakukan untuk menuju kebangkitan peradaban Islam. Pertama, perlu dibangun sikap mental kaum muslimin terkait keinginan menuju kebangkitan tersebut.
Selanjutnya harus ada yang menyeru masyarakat agar memiliki suhu yang sama untuk bangkit. Terakhir, perlu adanya upaya mengkomunukasikan kepada pihak-pihak pengambil kebijakan sehingga memperkuat arus kebangkitan tersebut. (hid/arrahmah.com)