JAKARTA (Arrahmah.com) – Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Izha Mahendra khawatir akan rencana pemerintah yang hendak memberlakukan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang terorisme. Salah satu alasan pemerintah saat ini kondisi terorisme tak lagi bisa diakomodir dengan UU Nomer 15 Tahun 2003.
“Pemerintah harus hati-hati dalam merubah pasal UU Terorisme yang berlaku saat ini. Kami menyiapkan UU 15 (tahun) 2003 ini sangat hati-hati agar tidak melanggar HAM,” ujar Yusril melalui keterangan tertulisnya, Rabu (15/4/2015), dikutip dari ROL.
Yusril menilai, ketika pemerintah memberlakukan surut sebuah Perpu, maka hal tersebut sudah bertentang dengan UUD 1945. Apalagi, sebelumnya MK sudah membatalkan Perpu nomer 2 Tahun 2002 yang memberlakukan surut Perpu Nomer 1 Tahun 2002.
Menurut Yusril, melalui putusan MK, ternyata penanganan terorisme tidak bisa dilakukan secara retroaktif. Sebab, Indonesia merupakan negara yang mayoritas muslim, maka pemerintah juga harus menjaga perasaan umat muslim. Meskipun mayoritas umat muslim Indonesia memilih jalan moderat dan demokratis dalam membangun bangsa dan negara.
Yusril mengatakan, dulu mereka pengkonsepan UU tersebut dengan tidak dalam tekanan Amerika yang ingin Indonesia mengikuti kemauan mereka dalam menghadapi terorisme. Yusril mengatakan, Indonesia baiknya tetap berdaulat dalam menentukan cara sendiri dalam menghadapi terorisme. (azm/arrahmah.com)