Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S
(Aktivis dakwah dan penulis buku)
Tagar Indonesia gelap belakangan mencuat di media sosial X. Ratusan ribu cuitan menggunakan tagar tersebut. Sebagaimana diketahui, Indonesia Gelap merupakan bentuk sorotan masyarakat terhadap berbagai persoalan yang terjadi di negeri ini, khususnya pada 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran. Menyusul viralnya tagar tersebut, aksi massa dari kaum intelektual (mahasiswa) pun digelar di berbagai daerah di Indonesia, di antaranya Bandung, Yogyakarta, Medan, Surabaya, Solo, Semarang, Bali, hingga Jakarta. Aksi tersebut didominasi oleh para mahasiswa dan diikuti juga dengan kalangan masyarakat lainnya.
Salah satu persoalan yang dikritik adalah soal efisiensi anggaran yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Prabowo tanpa mempertimbangkan kepentingan masyarakat umum. Sebagaimana diketahui bahwa Presiden Prabowo memangkas anggaran di berbagai bidang, salah satunya pendidikan. Akibatnya, banyak mahasiswa terancam tidak dapat melanjutkan studinya karena tidak lagi mendapat beasiswa.
Berbagai poster dibuat untuk menyampaikan aspirasi, di antara isi poster dalam aksi tersebut adalah bertuliskan “Efisienshit”, “Efisiensi atau Nurutin Ambisi?”, “Negara Hemat, Rakyat Tamat”, dan masih banyak lagi yang intinya menolak berbagai kebijakan yang jelas-jelas tidak berpihak kepada rakyat.
Pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo memang menerbitkan kebijakan efisiensi anggaran yang menyasar kepada banyak lembaga dan kementrian. Sebagaimana dilansir oleh CnnIndonesia.com (15/2/2025) salah satu yang terkena efisiensi adalah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah sebesar Rp7,2 triliun dari pagu anggaran 2025 sebesar Rp33 triliun menjadi sebesar Rp26,2 triliun. Efisiensi Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi sebesar Rp 14,3 triliun dari pagu anggaran 2025 sebesar Rp56,5 triliun menjadi 42,3 triliun.
Akibat efisiensi di kementrian tersebut, akhirnya berpengaruh terhadap pos belanja Kemendiksaintek, di antaranya Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI): pagu awal Rp164,7 miliar, terkena efisiensi 10 persen atau sebesar Rp19,47 miliar. Tunjangan dosen non-PNS: pagu awal Rp2,7 triliun, terkena efisiensi 25 persen atau Rp676 miliar. Beasiswa program KIP kuliah: pagu awal Rp14,6 triliun, terkena efisiensi 9 persen atau Rp1,3 triliun.
Gelap di Bawah Naungan Kapitalisme
Sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan di negeri ini memang secara nyata telah membawa Indonesia dalam kegelapan. Berbagai kebijakan yang lahir seringkali menzalimi rakyat dan justru malah berpihak kepada kepentingan para penguasa dan pemilik modal. Penguasa dalam sistem kapitalisme sekuler memberikan jalan mulus kepada para oligarki untuk mencengkeram negeri ini. Seperti contohnya kasus pagar laut di berbagai daerah, termasuk di wilayah pantai utara Kabupaten Tangerang, sangat nyata cengkeraman oligarki di sana. Penerbitan SHM dan SHGB terhadap wilayah perairan dipayungi oleh konstitusi, yang artinya sudah jelas bahwa tindakan pemagaran laut sudah mendapat restu penguasa. Ironis! Bagaimana Indonesia tidak gelap, penguasanya saja tidak mampu bersikap adil melainkan hanya mementingkan kepentingan pribadi dan segelintir elite. Padahal penguasa adalah penanggung jawab atas rakyatnya. Haram bagi penguasa untuk mengabaikan kesejahteraan rakyatnya. Kelak apa yang dilakukan penguasa akan dimintai pertanggungjawaban di pengadilan akhirat.
Belum lagi soal efisiensi anggaran yang secara nyata menggadaikan pelayanan publik yang seharusnya dijamin negara. Akibat efisiensi anggaran tersebut, akhirnya memangkas anggaran yang semestinya digunakan dalam sektor-sektor vital masyarakat. Sungguh, efisiensi anggaran bukan solusi untuk menyejahterakan rakyat. Karena sejatinya sistem kapitalisme inilah akar masalah kesengsaraan rakyat. Sebab berbagai sektor kehidupan dikomersialisasi untuk kepentingan bisnis, belum lagi penarikan pajak kepada rakyat sungguh benar-benar mengimpit perekonomian rakyat.
Rasulullah saw bernah berdoa untuk pemimpin yang zalim, “Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan dari umatku, lalu ia membuat susah umatku, maka susahkanlah dia” (HR. Muslim)
Terangi dengan Syariat Islam
Islam adalah agama yang diturunkan Allah Swt sekaligus sebagai sistem kehidupan yang sempurna bagi manusia. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surah Al-Anbiya: 107 yang artinya, “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”
Ya, Islam adalah agama yang sempurna. Segala aspek kehidupan manusia diatur dalam Islam dengan pengaturan terbaik. Oleh karena itu, ketika sebuah negara mengadopsi sistem Islam maka kegemilangan dan kesejahteraan rakyat akan terwujud nyata. Bukan sekadar angan-angan kosong. Hal tersebut pernah terwujud nyata dalam rekaman sejarah peradaban dunia, ketika Islam memimpin dunia di bawah payung Khilafah Islamiah selama kurang lebih 1400 tahun lamanya meliputi 2/3 wilayah dunia. Kegemilangan peradaban Islam ini menunjukkan betapa Islam mampu tampil sebagai adidaya dunia dengan sistemnya yang menyejahterakan manusia.
Sistem ekonomi Islam terbukti mampu melahirkan kesejahteraan dan keadilan di tengah-tengah umat. Negara dalam Islam tidak akan melakukan pemangkasan anggaran pada sektor-sektor layanan publik yang memang merupakan kebutuhan kolektif rakyat. Dalam konsep Islam, pengalokasian belanja negara adalah sebagai berikut:
Pertama, pos zakat. Ini terpisah dari pos lainnya. Pengeluarannya wajib hanya untuk 8 asnaf sebagaimana disebutkan dalam Qur’an surah At-Taubah ayat 60.
Kedua, pos tetap untuk kebutuhan orang-orang fakir miskin dan pembiayaan jihad.
Ketiga, pos pembelajaan wajib dan tetap dari Baitulmal yakni untuk pembiayaan gaji pegawai negeri, hakim, tentara dan sebagainya.
Keempat, pos pembelajaan untuk pembangunan infrastruktur yang berkaitan dengan kemaslahatan rakyat yang bersifat wajib. Artinya, jika sarana ini tidak ada maka akan menimbulkan kemudharatan kepada rakyat, contohnya sekolah, jembatan, rumah sakit, jalan raya, dan lain-lain.
Kelima, pos pembelanjaan yang bersifat kondisional, misalnya jika terjadi bencana alam.
Keenam, pos pembelanjaan untuk pembangunan yang bersifat tidak wajib, yakni sarana tambahan yang jika tidak ada pun tidak menimbulkan modhorot bagi rakyat.
Sungguh, Indonesia akan tetap gelap selama sistem kapitalisme sekuler yang diadopsi negara, bukan sistem Islam yang jelas-jelas sahih karena berasal dari Sang Pencipta alam semesta. Sejatinya, hanya dengan diterapkannya syariat Islam secara kaffah, dunia akan diliputi cahaya, sebagaimana dahulu Islam pernah meninggikan derajat masyarakat jahiliah yang diliputi kegelapan dengan cahaya Islam yang penuh kemuliaan. Allah Swt berfirman, “(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” (QS. Ibrahim:1).