(Arrahmah.com) – Isu beras plastik, garam serbuk kaca, lalu wortel dari Cina yang membuat anak jadi bodoh, terang membuat khawatir. Belum lagi gempuran narkoba yang sangat memprihatinkan.
Semua barang yang membahayakan itu dengan mudah masuk ke negeri ini. Pemerintah didesak untuk segera mengawasi dan mencegah secara ketat masuknya narkoba dan produk-produk makanan yang membahayakan masyarakat.
Sejumlah kalangan menyatakan, kondisi keamanan pangan kita saat ini masih memprihatinkan. Begitu pula dengan pengawasan terhadap masuknya makanan berbahaya ke negeri ini.
“Narkoba dan makanan berbahaya itu seakan-akan bebas masuk ke Indonesia, padahal sangat membahayakan bagi kesehatan masyarakat,” kata aktivis pangan, Suharso Amru.
Sementara itu, Rektor Institut Pertanian Bogor, Prof. Herry Suhardiyanto, mengemukakan, banyak persoalan keamanan pangan berakibat secara langsung mengganggu kesehatan masyarakat, dan pada gilirannya masa depan seseorang akan terganggu dengan adanya hal seperti itu.
Pengamat dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Adi Prayitno mengaku prihatin dengan maraknya isu Indonesia diserbu narkoba, beras plastik, garam mengandung kaca, wortel yang membuat bodoh anak. Namun isu beras plastik, garam mengandung kaca, wortel yang membuat bodoh anak memang perlu dibuktikan validatasnya. Karena isu tersebut hanya santer di media sosial (medsos).
“Jangan sampe hanya jadi berita bohong (hoax) yang justeru membuat masyarakat bingung dan ketakutan. Tapi soal narkoba, ini bukan hanya isu tapi sudah lama menyerang kita. Bahkan anak-anak kecil di pedesaan terpencil pun sudah berkenalan akrab dengan narkoba,” ujar Adi kepada Harian Terbit, Rabu (30/8/2017).
Menurut Adi, narkoba saat ini memang semakin marak peredarannya. Sayangnya, pemerintah terkesan pasrah terhadap peredaran narkoba. Padahal narkoba ini sama jahatnya dengan korupsi, merusak generasi muda. Oleh karena itu penjahat narkoba harus digantung atau ditembak mati. Karena saat ini Indonesia sudah darurat narkoba.
Bikin Anak Bodoh
Terpisah, Ketum Badan Relawan Nusantara (BRN), Edysa Girsang mengatakan, lembaga yang berkompeten harusnya melakukan pengecekan atas beredarnya isu beras plastik, garam mengandung kaca, wortel yang membuat bodoh anak. Jangan sampai dari beragam isu tersebut membuat keresahan merebak di tengah-tengah masyarakat.
“Maraknya isu tersebut karena Indonesia yang subur makmur gemah ripah loh jinawi ini hanya test case dari agenda besar atas tidak mampunya dunia mengatasi krisis pangan. Isu tersebut bisa jadi disebar untuk mengurangi jumlah penduduk secara massal atau alternatif makanan sintetis. Itu situasi global saat ini,” paparnya.
Sebagai antisipasi, Eki menyarankan pemerintah harusnya melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Dengan political pemerintah yang terarah. Setelah itu membangun susunan perekonomian nasional yang menjaga dan melindungi kepentingan umum. Agar kesejahteraan dan kecerdasan rakyat terwujud.
Kepala BPOM Jakarta, Dewi Prawitasari, mengatakan, fenomena makanan berbahaya tak hanya terjadi di Jakarta. Pada Kamis(2/7), misalnya Dinas Kesehatan Kota Ternate, Maluku Utara menemukan sejumlah kue yang mengadung zat pewarna tekstil rhodamin B dan dijajakan sebagai makanan berbuka puasa.
“Memang kue tersebut ditemukan dalam pasar di wilayah Ternate Selatan, di antaranya Pasar Inpres Bastiong dan lain sebagainya,” kata Nurbaity Radjabesy, Kadinkes Kota Ternate.
Dilansir laman resmi lpknasional.or.id milik Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional, kasus penggunaan formalin, boraks dan sejenisnya pada makanan mencerminkan kelemahan koordinasi dari tiga instansi yang bertanggung jawab menangani peredaran bahan makanan dan minuman. *)