NEW DELHI (Arrahmah.id) — Pemerintah India akan mulai menindak tegas para pedagang makanan yang jorok terhadap kuliner yang dijual. Tindak tegas itu disebut berupa denda hampir Rp19 juta.
Dilansir BBC International (5/11/2024), dua negara bagian yang dipimpin oleh Partai Bharatiya Janata (BJP) mengumumkan rencana untuk memberlakukan denda dan penjara bagi para pedagang yang mencemari makanan dengan ludah, urin, dan kotoran.
Dilaporkan, negara bagian Utara Uttarakhand bakal menjatuhkan hukuman denda hingga 100 ribu rupee atau sekitar Rp18,7 juta (asumsi kurs Rp187,65/rupee) bagi para pedagang kuliner yang jorok. Sementara itu, Pradesh akan memperkenalkan undang-undang (UU) yang ketat untuk menangani masalah ini.
Selain menjatuhkan hukuman denda, Pemerintah Uttarakhand juga disebut akan memerintahkan polisi untuk memverifikasi staf hotel dan memasang kamera CCTV di dapur.
Di Uttar Pradesh, Kepala Menteri, Yogi Adityanath mengatakan bahwa untuk menghentikan insiden terkait makanan itu, polisi harus memverifikasi setiap karyawan. Negara juga berencana akan mewajibkan pusat makanan untuk menampilkan nama-nama pemiliknya.
Selain itu, koki dan pelayan juga bakal diperintahkan untuk mengenakan masker dan sarung tangan, serta memasang kamera CCTV di hotel dan restoran.
Menurut laporan, Adityanath juga berencana untuk membawa dua tata cara yang akan menghukum meludah makanan dengan penjara hingga 10 tahun.
Para pejabat mengatakan bahwa India perlu memiliki UU yang ketat untuk mencegah agar para pedagang tidak melakukan hal jorok pada sektor pangan. Namun, para pemimpin oposisi dan ahli hukum telah mempertanyakan kemanjuran UU ini dan menuduh bahwa itu juga dapat disalahgunakan untuk memfitnah komunitas tertentu.
Para pemimpin oposisi di dua negara yang diperintah oleh BJP pun telah mengkritik arahan baru tersebut. Dalam pendapatnya, UU itu disebut dapat digunakan untuk menargetkan umat Islam dan pemerintah dituding bakal menggunakan perintah itu untuk pengalihan dari isu utama di India, seperti pengangguran dan inflasi meroket.
Surat kabar India, Express pun mengkritik tata cara yang diusulkan oleh Negara Uttar Pradesh dengan mengatakan bahwa mereka “bertindak sebagai peluit anjing [sektarian] komunal yang memangsa gagasan mayoritas tentang kemurnian dan polusi, serta menargetkan minoritas yang sudah tidak aman”.
Arahan dan tindak lanjut pemerintah India ini menyusul dari video yang beredar di media sosial dan belum diverifikasi terkait pedagang jorok. Dalam video tersebut, tampak pedagang meludahi makanan di kios dan restoran lokal, serta mencampurkan urin ke dalam masakan.
Pada saat yang bersamaan, video tersebut juga diklaim sebagai bahan kampanye dan provokasi yang menargetkan umat Muslim. Namun, hal ini kemudian dibantah oleh situs web pemeriksa fakta.
Dalam klaim di media sosial, sejumlah pihak menyebut bahwa pedagang jorok yang meludahi dan mencampurkan urin ke dalam makanan adalah perempuan beragama Islam. Namun, pihak kepolisian kemudian mengidentifikasi pelaku beragama Hindu.
Sebagai informasi, kuliner adalah subjek sensitif di India yang beragam secara budaya karena mereka saling terkait dengan agama dan sistem kasta negara itu.
Norma dan tabu di sekitar makanan terkadang memicu bentrokan antara masyarakat dan perasaan tidak percaya. Akibatnya, gagasan tentang keamanan makanan juga terjerat dengan aturan agama yang terkadang digunakan sebagai motif dari sebuah insiden.
Keamanan pangan juga telah menjadi perhatian utama di India. Menurut prediksi keamanan pangan dan otoritas standar (FSSAI), makanan yang tidak aman menyebabkan sekitar 600 juta infeksi dan 400 ribu kematian setiap tahun.
Menurut para ahli, ada berbagai alasan di balik keamanan pangan yang buruk di India, yakni penegakan hukum keamanan pangan yang tidak memadai dan kurangnya kesadaran. Dapur sempit, peralatan kotor, air yang terkontaminasi, praktik transportasi, dan penyimpanan yang tidak tepat juga disebut sebagai masalah dari keamanan pangan. (hanoum/arrahmah.id)