SRINAGAR (Arrahmah.id) — Diperkirakan 300 orang militan beroperasi di Kashmir India, kata seorang komandan militer India pada hari Selasa (22/11/2022).
“Sesuai data kami, mereka terdiri dari 82 militan asal Pakistan dan 53 militan asal lokal,” kata Letnan Jenderal Upendra Dwivedi, yang mengepalai komando utara tentara India, kepada Reuters (22/11), seraya menambahkan bahwa identitas 170 militan lainnya tidak diketahui.
New Delhi telah lama menuduh Pakistan mendukung militan bersenjata, bersama dengan kelompok separatis di wilayah India.
Islamabad membantah tuduhan India, dengan mengatakan itu hanya memberikan dukungan diplomatik dan moral kepada gerakan separatis.
“Semua tuduhan seperti itu oleh pejabat militer India benar-benar tidak masuk akal, tidak berdasar, sembrono dan tidak berdasar,” kata seorang pejabat keamanan Pakistan, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.
Seorang pejabat keamanan India, yang menolak disebutkan namanya karena dia tidak berwenang berbicara kepada media, mengatakan ini adalah jumlah militan tertinggi yang beroperasi di Kashmir India dalam satu dekade.
Pada Agustus 2019, pemerintah Perdana Menteri India Narendra Modi membagi negara bagian Jammu dan Kashmir (J&K), yang saat itu merupakan satu-satunya wilayah mayoritas Muslim di negara itu, menjadi dua wilayah yang dikelola secara federal.
Reorganisasi diberlakukan dengan pemadaman komunikasi dan pengekangan keamanan yang keras, dengan pemerintah membanjiri wilayah yang sangat termiliterisasi dengan pasukan tambahan.
Banyak dari pembatasan itu telah dilonggarkan dan lembah Kashmir yang terkenal dengan gunung-gunung bersalju dan pemandangan subur menerima lebih dari 16 juta wisatawan tahun ini, terbanyak sejak pemerintahan kolonial Inggris berakhir pada 1947.
Dwivedi mengatakan bahwa situasi keamanan di Kashmir India telah membaik sejak reorganisasi tetapi senjata dan amunisi masih masuk dari seberang perbatasan.
“Senjata kecil digunakan untuk menyasar warga non-J&K yang datang ke sini untuk mencari nafkah,” katanya merujuk pada serangan terhadap pekerja migran. (hanoum/arrahmah.id)