NEW DELHI (Arrahmah.id) – Perdana Menteri India Narendra Modi mengancam akan mengejar dan menghukum para pelaku serta pendukung serangan berdarah di Kashmir dengan “hukuman yang melebihi imajinasi mereka.” Sementara itu, Pakistan langsung menggelar rapat darurat Dewan Keamanan Nasional yang dipimpin oleh Perdana Menteri Shahbaz Sharif, membahas tanggapan atas langkah-langkah yang diambil India pascaserangan tersebut.
Dalam pidato publik di negara bagian Bihar, Modi menegaskan bahwa “terorisme tidak akan menghancurkan semangat India”, dan menyatakan bahwa “saatnya telah tiba untuk mengubur kekuatan-kekuatan semacam itu,” merujuk pada para pelaku serangan yang terjadi Selasa lalu di wilayah Kashmir yang diduduki India.
Modi juga menyerukan pertemuan semua partai, termasuk oposisi, pada Kamis ini untuk membahas langkah pemerintah menanggapi serangan tersebut.
Pemerintah India secara resmi menuduh Pakistan bertanggung jawab atas serangan yang menewaskan 26 orang dan melukai 17 lainnya di wilayah Kashmir yang dikuasai India. Menteri Luar Negeri India, Vikram Misri, menyatakan bahwa terdapat “keterlibatan lintas batas” dalam insiden itu. Ia juga mengumumkan bahwa India akan menangguhkan perjanjian penting tentang pembagian air Sungai Indus yang selama ini tetap berjalan meski kedua negara telah berperang dua kali.
India juga menutup satu-satunya perlintasan darat dengan Pakistan, menarik kembali atase militernya, dan mengurangi staf kedutaan di Islamabad dari 55 menjadi 30 orang.
Media India melaporkan bahwa New Delhi telah memanggil kepala misi diplomatik Pakistan dan menyatakan semua penasihat militer di kedutaan Pakistan sebagai persona non grata, memberi mereka waktu satu pekan untuk meninggalkan negara tersebut.
Kepolisian India mengklaim telah mengidentifikasi tiga pelaku serangan dan menyebut dua di antaranya berkewarganegaraan Pakistan.
Rapat Darurat Pakistan
Menanggapi situasi ini, Pakistan menggelar rapat Dewan Keamanan Nasional yang dipimpin oleh Shahbaz Sharif dan dihadiri para menteri, panglima militer, serta kepala badan intelijen, untuk membahas dampak dari kebijakan India, terutama terkait Kashmir.
Menteri Pertahanan Pakistan, Khawaja Asif, menyatakan bahwa pertemuan itu akan menegaskan penolakan terhadap keputusan India, termasuk niat India keluar dari perjanjian Sungai Indus, dan menekankan kemampuan Pakistan dalam mempertahankan kedaulatannya.
Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri, Ishaq Dar, mengatakan bahwa rapat tersebut akan menghasilkan tanggapan komprehensif terhadap tindakan India. Ia menyebut langkah India sebagai “tidak pantas dan tidak serius”, serta menuduh India gagal menyediakan bukti yang mengaitkan Pakistan dengan serangan di Kashmir.
Seruan untuk Hindari Eskalasi
Dosen Universitas Jindal di India, Srireddha Dutta, menyerukan Pakistan untuk menghindari eskalasi dan menempuh jalur diplomatik. Ia memperingatkan bahwa India tidak akan memandang enteng situasi ini, dan menyerukan keterlibatan kekuatan internasional untuk menenangkan keadaan dan mendorong Pakistan bertanggung jawab secara konstruktif.
Sementara itu, Direktur Eksekutif lembaga Cenoper di Pakistan, Qamar Cheema, memperingatkan bahwa ketegangan saat ini bisa memicu salah perhitungan fatal. Ia menduga bahwa pihak ketiga memanfaatkan ketegangan ini untuk melemahkan posisi Pakistan secara regional dan global.
Cheema juga mengungkapkan bahwa Pakistan tengah meninjau kembali seluruh perjanjian yang pernah ditandatangani dengan India, bahkan yang berasal dari dekade 1960-an hingga 1980-an. Ia menilai situasi saat ini sebagai “tantangan diplomatik besar” bagi kedua negara.
Menurutnya, ketegangan saat ini berkembang ke ranah diplomatik, hukum, dan militer, yang dapat memperburuk situasi dalam waktu dekat.
Ia juga menyebut pembubaran efektivitas organisasi regional SAARC sebagai indikator berakhirnya hubungan kawasan yang tersisa antara India dan Pakistan, khususnya setelah visa yang dikeluarkan melalui forum itu dicabut.
Cheema mengkritik sikap dunia internasional yang dinilai “acuh tak acuh terhadap krisis di kawasan ini,” dan menyerukan agar komunitas internasional memainkan peran lebih aktif, sembari mengingatkan bahwa Kashmir tetap menjadi titik nyala nuklir yang mengancam keamanan kawasan dan dunia.
(Sanirmusa/arrahmah.id)