Pendapat ini merupakan tanggapan atas pernyataan Wakil Tetap Indonesia Untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Hasan Kleib, yang menyebut PBB merekomendasikan pemerintah Indonesia untuk menghapus pasal penodaan agama.
Sebagai negara berdaulat, negara Indonesia berhak mengatur segala urusan dalam negerinya. Tak ada yang berhak mencampuri urusan dalam negeri Republik Indonesia. Sebagai negara demokratis, Indonesia menyediakan mekanisme pengujian peraturan per-UU-an di Mahkamah Konstitusi.
“Pada tahun 2010 dan 2012 MK menyebutkan pasal tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945, sehingga setiap pihak wajib menjalankannya,” ungkap mahasiswa Program Doktor UII ini.
Tindakan penodaan agama akhir-akhir ini mencuat lagi. Sehingga perlu regulasi yang tegas untuk mengatur tindak pidana ini. Hal ini dikarenakan jika tidak diatur dengan tegas, maka banyak pelaku yang semena-mena menodai agama dan melukai hati umat beragama di Indonesia.
Selain itu juga, dalam rumusan maqasid al syariah, terdapat kewajiban untuk melindungi agama yang harus menjadi dasar dibentuknya sebuah peraturan.
Adanya pasal tersebut melindungi agama sebagai salah satu unsur kepercayaan masyarakat. Perlindungan agama merupakan hal yang harus dijamin oleh pemerintah. “Pemerintah tidak boleh membiarkan agama di Indonesia dinodai atau dihinda, Karena Negara Republik Indonesia merupakan negara yang religius, sehingga jika salah satu agama dinodai di Indonesia terdapat dasar hukum untuk menghukumnya” ungkap Fitrah.
“Jika tidak terdapat UU yang mengatur hal tersebut, maka dapat mengakibatkan chaos di masyarakat. Hal ini tentu tidak boleh kita biarkan terjadi karena dapat mengganggu stabilitas politik dan keamanan yang akan berimbas pada terganggunya pembangunan ekonomi yang sedang diusahakan pemerintah,” ujarnya.