KHARTOUM (Arrahmah.com) – Dana Moneter Internasional (IMF) merekomendasikan dua strategi reformasi yang ditujukan untuk menstabilisasi ekonomi dan struktur jangka menengah di Sudan.
Perekonomian Sudan saat ini menghadapi tantangan “menakutkan” setelah memisahkan diri dari penghasil minyak Sudan Selatan, oleh karena itu perlu dilakukan tindakan darurat untuk menstabilkan kondisi tersebut, IMF menyatakan pada Selasa (29/5/2012).
Sudan telah berjuang dengan inflasi yang tinggi dan diperburuk oleh kekurangan mata uang asing setelah Sudan Selatan memisahkan diri sebagai negara yang merdeka pada bulan Juli lalu. Itu artinya, Sudan kehilangan sekitar tiga perempat dari produksi minyak yang selama ini mereka hasilkan.
Minyak merupakan sumber terbesar penerimaan negara Sudan dan menjadi gerbang masuknya dolar sebelum perpecahan. Hilangnya pendapatan minyak mendorong kenaikan inflasi tahunan menjadi 28,6 persen pada bulan April dimana Sudan harus mengimpor sebagian besar kebutuhannya.
IMF mengatakan temuan awal dari misi terakhir ke Sudan memperlihatkan situasi ekonomi pada 2012 tidak berubah dari 2011, ketika pertumbuhan melambat menjadi 2,7 persen, akhir tahun inflasi mencapai 19 percent dan defisit fiskal sekitar 4 persen dari produk domestik kotor.
“Misi dan pemerintah sepakat bahwa tantangan yang dihadapi Sudan sangat menakutkan dan memerlukan reformasi yang tepat untuk menstabilkan perekonomian. Tugas lebih lanjut diperlukan untuk meningkatkan prospek pertumbuhan inklusif dan penciptaan lapangan kerja,” katanya.
IMF mengatakan pihaknya merekomendasikan “dua strategi reformasi” yang termasuk langkah-langkah jangka pendek untuk “mendapatkan kembali kontrol, dan menstabilkan, ekonomi” serta jangka menengah untuk reformasi struktural.
Ketegangan dan bentrokan yang terus berlanjut antara Sudan dan Sudan Selatan -yang diprovokasi oleh serangkaian perselisihan posisi perbatasan bersama, biaya transit minyak, klaim teritorial dan masalah lainnya- telah memperburuk kondisi ekonomi di kedua negara.
Pada bulan Januari, Sudan Selatan yang terkurung daratan mematikan produksi minyaknya dari sekitar 350.000 barel per hari di tengah pertikaian panas dengan tetangganya di utara yang harus membayar ekspor melalui jaringan pipa ke terminal di Pelabuhan Laut Merah Sudan.
Sekitar 2 juta orang tewas dalam konflik kedua saudara tersebut. (althaf/arrahmah.com)