KABUL (Arrahmah.id) – Imarah Islam Afghanistan telah mengutuk perpanjangan misi pemantauan Komite Sanksi PBB, dengan mengatakan bahwa sanksi terhadap para pejabatnya tidak adil dan bahwa melanjutkan sanksi semacam itu tidak akan membuahkan hasil.
Hamdullah Fitrat, Wakil Juru Bicara Imarah Islam, menekankan bahwa mengulangi kebijakan yang gagal adalah hal yang tidak masuk akal dan bahwa pemerintah sementara berusaha untuk menormalkan hubungan dengan komunitas internasional, lansir Tolo News (14/12/2024).
“Kami menganggap keputusan untuk memperpanjang sanksi tidak adil dan mengecamnya. Sanksi-sanksi ini melanggar hak-hak rakyat, dan telah terbukti tidak efektif di masa lalu. Meneruskan langkah-langkah seperti itu tidak menguntungkan siapa pun. Mengandalkan pengalaman yang gagal tidaklah logis,” kata Wakil Juru Bicara tersebut.
Sebelumnya, Dewan Keamanan PBB, melalui sebuah resolusi dengan suara bulat, memperpanjang misi komite pemantau sanksi selama 14 bulan lagi.
Menurut pernyataan PBB, komite ini memantau sanksi seperti larangan bepergian, pembekuan aset, dan embargo senjata yang dijatuhkan kepada individu-individu yang terkait dengan Imarah Islam.
Pernyataan PBB itu berbunyi: “Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mengadopsi resolusi yang memperbaharui mandat tim pemantau Komite Sanksi Afghanistan. Rezim sanksi memberlakukan pembekuan aset, larangan perjalanan dan embargo senjata terhadap individu dan kelompok yang terkait dengan Taliban. Semua 15 anggota memberikan suara setuju.”
Analis politik Salim Paigir mengomentari sanksi tersebut: “Semua anggota Imarah Islam Afghanistan terus melakukan perjalanan ke luar negeri. Mereka mungkin tidak memiliki aset besar yang perlu dikhawatirkan, sehingga keputusan ini belum, dan kemungkinan tidak akan, memberikan hasil yang berarti atau logis.”
Menurut PBB, ke-15 anggota Dewan Keamanan memberikan suara untuk memperpanjang misi komite tersebut.
Perpanjangan ini dilakukan karena selama setahun terakhir, beberapa pejabat Imarah Islam Afghanistan, termasuk Perdana Menteri, deputi administrasi, politik, dan ekonominya, dan menteri dalam negeri, pertahanan, pendidikan, pendidikan tinggi, dan lainnya, telah melakukan perjalanan ke negara-negara tetangga. (haninmazaya/arrahmah.id)