KABUL (Arrahmah.id) – Imarah Islam Afghanistan mengutuk sanksi yang baru-baru ini dijatuhkan oleh Departemen Keuangan AS kepada dua pejabatnya dan mengatakan bahwa menjatuhkan sanksi bukanlah solusi.
Zabiullah Mujahid, juru bicara Imarah Islam, menulis di X bahwa “meskipun AS adalah salah satu pelanggar terbesar hak asasi manusia karena dukungannya terhadap ‘Israel’, menuduh pihak lain melanggar hak asasi manusia dan menjatuhkan sanksi terhadap mereka tidak dapat dibenarkan dan tidak rasional.”
“Sanksi-sanksi ini tidak memiliki hasil dan jika terus berlanjut, tidak akan memiliki dampak negatif pada Imarah Islam dan rakyat Afghanistan karena kami tidak memiliki hubungan keuangan atau komersial dengan AS,” katanya, seperti dilaporkan Tolo News (9/12/2023).
Departemen Keuangan AS mengatakan dalam sebuah pernyataan pada 8 Desember bahwa Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri telah menetapkan “Fariduddin Mahmood (Mahmood) dan Khalid (Hanafi) atas pelanggaran hak asasi manusia yang serius terkait dengan penindasan terhadap perempuan dan anak perempuan, termasuk melalui pembatasan akses ke pendidikan menengah untuk perempuan dan anak perempuan di Afghanistan semata-mata atas dasar gender.”
Pembatasan berbasis gender ini, menurut pernyataan tersebut, “mencerminkan diskriminasi yang parah dan meluas terhadap perempuan dan anak perempuan serta mengganggu hak-hak mereka untuk mendapatkan perlindungan yang setara.”
Utusan khusus AS untuk perempuan dan anak perempuan Afghanistan, Rina Amiri, juga mengatakan di X bahwa “dekrit diskriminatif Taliban yang menargetkan perempuan dan anak perempuan merupakan salah satu pelanggaran hak asasi manusia yang paling keji di dunia.”
“Hari ini, AS telah mengeluarkan sanksi terkait pembatasan akses ke pendidikan menengah terhadap Khalid Hanafi dan Fariduddin Mahmoud. Kita harus terus meminta pertanggungjawaban mereka yang terlibat dalam penindasan terhadap perempuan dan anak perempuan di Afghanistan.”
Suraya Paikan, aktivis hak-hak perempuan, mengatakan bahwa sanksi tersebut akan menjadi bahan renungan global, namun tidak akan membantu situasi perempuan dan anak perempuan di Afghanistan.
Sayed Jawad Sijadi, dosen universitas, mengatakan bahwa pengenaan sanksi akan mempengaruhi hubungan antara AS dan Imarah Islam Afghanistan.
“Kondisi ini akan menjadi sulit bagi Taliban dan pelanggaran hak asasi manusia tidak akan dibiarkan begitu saja,” katanya.
Pada Juli tahun ini, Dewan Eropa mengatakan bahwa mereka memberlakukan langkah-langkah pembatasan terhadap 18 individu dan 5 entitas di bawah Rezim Sanksi Hak Asasi Manusia Global Uni Eropa, karena tanggung jawab mereka atas pelanggaran hak asasi manusia yang serius dan pelanggaran di Afghanistan, Sudan Selatan, Republik Afrika Tengah, Ukraina, dan Rusia. (haninmazaya/arrahmah.id)