AFGANISTAN (Arrahmah.com) – Tiga hari setelah serangan “bunuh diri” yang diklaim dilakukan oleh kelompok “Daulah Islamiyah”, atau Islamic State (IS) yang sebelumnya dikenal sebagai ISIS, dan menewaskan 129 orang di Paris, Imarah Islam Afghanistan mengeluarkan pernyataan menyetujui pembunuhan tersebut dan mengatakan kebijakan kolonial Perancis serta keterlibatannya di Afghanistan, Irak, Suriah, dan Libya membenarkan serangan itu.
Pernyataan ini awalnya dirilis pada Senin (16/11/2015) di situs resmi Imarah, Voice of Jihad yang berbahasa Pashtun. LWJ kemudian menyajikan pernyataan tersebut dalam bahasa Inggris. Dalam pernyataannya, Imarah Islam Afghanistan memperingatkan Perancis untuk mempertimbangkan kembali kebijakannya sebelum terjadi serangan lainnya.
Berikut terjemahan lengkap pernyataan Imarah Islam Afghanistan tersebut, yang dipublikasikan oleh Muqawamah Media pada Jum’at (20/11).
Paris Diserang Disebabkan oleh Reaksi Tindakannya Sendiri
Analis telah mencatat berbagai faktor mengenai serangan berdarah baru-baru ini di Paris dan telah menilainya dari sudut yang berbeda. Namun, penyebab utama adalah kemungkinan kebijakan kolonial Perancis dan invasi militernya di dunia Islam. Dari perang salib hingga abad ke-20, dan bahkan abad ke-21, Paris dengan beberapa alasan yang dibuat-buat telah menduduki tanah kaum Muslimin, menjatuhkan bom pada mereka, dan menciptakan masalah politik dan ekonomi bagi mereka.
Dalam dekade terakhir, Perancis, dalam rangka untuk mendapatkan, melindungi, dan memperluas kepentingan kolonial telah melakukan serangan militer yang tidak tercatat di Afghanistan, Irak, Libya, dan Suriah. Yang telah membunuh, mengusir, dan memenjarakan rakyat negara-negara itu dan merusak properti mereka.
Meskipun serangan di Perancis tidak memiliki kaitan dengan bangsa Afghan dan Afghanistan, negara itu tetap merupakan sekutu Amerika selama invasi Afghanistan dari hari pertama. Perancis mengambil bagian besar dalam kudeta pemerintahan Islam yang dicintai masyarakat. Dengan cara yang sama, ia telah membunuh dan menyiksa Muslim di Libya, Suriah, dan negara-negara Islam lainnya.
Beberapa bulan lalu, serangan kejutan pada kantor majalah Charlie Hebdo mengguncang Perancis; dalam serangan itu, 14 kartunis, karyawan, dan editor dari majalah tewas.
Dua pemuda Muslim melakukan serangan sebagai reaksi terhadap cetakan ulang kartun Nabi Muhammad (ﷺ). Namun demikian, setelah serangan itu, Charlie Hebdo tidak juga menghentikan kampanye penghinaan terhadap umat Islam, bahkan majalah itu berulang kali menerbitkan kartun menghina Nabi Muhammad dengan sirkulasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Serangan terbaru di Paris berhubungan langsung dengan kebijakan tidak menyenangkan negara itu. Dengan kata lain, serangan terbaru di Paris adalah hasil dari kebijakan Perancis yang salah. Oleh karena itu, untuk menyelamatkan diri dari serangan berbahaya tersebut di masa depan, penting bagi Perancis, sebelum terjadi serangan lainnya, mempertimbangkan kembali kebijakannya.
(banan/arrahmah.com)