Perbedaan antara sunni dan syiah bukanlah sekedar perbedaan antara mazhab syafii dan maliki, hambali dan hanafi. Perbedaan yang ada jauh lebih besar dari yang kita perkirakan. Upaya “wajar” untuk melakukan komparasi adalah dengan membandingkan ajaran kedua mazhab, yang dimuat dalam kitab-kitab standar yang menjadi infrastruktur kelengkapan sebuah mazhab. Ini mestinya menjadi perhatian kalangan syiah untuk membuka kitab literatur mereka sendiri lebar-lebar, supaya semua tahu seperti apa mazhab syiah sebenarnya. Tapi nampaknya kita tidak bisa berharap banyak dari mereka.
Sebenarnya dengan pembahasan sebelumnya sudah cukup bagi pembaca untuk memahami perbedaan yang ada antara sunni dan syiah.Kali ini kita masih akan meng “explore” ajaran-ajaran syiah yang berbeda dengan ahlussunnah. Bedanya dengan edisi sebelumnya, dalam edisi sebelum ini dijelaskan hasil akhir dari perbedaan yang ada, yaitu pihak syiah mengkafirkan ahlussunah karena perbedaaan yang ada tidak dapat ditolelir lagi, artinya penganut syiah tidak bisa mentoleransi lagi ahlussunnah yang tidak meyakini prinsip-prinsip penting ajaran agama mereka sehingga ahlussunnah layak mendapat vonis kafir. ini adalah hasil dari perbedaan yang ada, tetapi kali ini -dan seterusnya- kami ingin membuat pembaca mengetahui lebih jelas dan gamblang tentang perbedaan ini.
Salah satu pokok ajaran penting bagi syiah adalah imamah, di sini kita ingat bahwa salah satu nama lain dari syiah yang dianut oleh “khomeini” adalah imamiyah. Disebut sebagai imamiyah karena mereka mewajibkan orang untuk meyakini adanya 12 imam yang diutus oleh Allah -loh bukannya yang diutus oleh Allah hanya Nabi? Sebentar lagi anda akan melihat nukilan dari buku mereka-. Kaum syiah berpendapat bahwa iman pada para imam ini hukumnya wajib, siapa yang menolak beriman maka dia kafir -seperti nukilan yang disebut di edisi lalu-. Nanti pembaca akan memahami bahwa pemahaman mengenai imam yang dimiliki oleh syiah tidak pernah ada dalam wacana ahlussunnah.
Muhammad Husein Al Kasyiful Ghitha -seorang ulama syiah zaman ini- memberi penjelasan pada kita tentang Imamah:
Imamah adalah jabatan dari Tuhan sebagaimana kenabian. Sebagaimana Allah memilih siapa saja dari hambanya untuk dijadikan Nabi dan Rasul, dan diberi mu’jizat sebagai tanda kebenaran dari Allah. Begitu juga Allah memilih siapa yang dikehendakiNya untuk menjadi imam, dan memerintahkan kepada NabiNya untuk melantiknya menjadi imam sepeninggal Nabi itu. Bisa dilihat dalam kitab Ashlus syi’ah wa ushuluha hal 58
Barangkali ada yang baru mendengar kali ini bahwa Allah memilih imam untuk manusia. Jika kita melihat definisi di atas jelas bahwa imam -sebagaimana Nabi- diangkat oleh Allah, maka dia juga diberi wahyu sebagaimana Nabi. Ini mungkin tidak diakui oleh syiah, tetapi jika Allah memilih Nabi maka Allah memberinya wahyu, maka imam yang juga dipilih oleh Allah sudah semestinya mendapatkan wahyu juga. Ini jelas berbeda jauh dengan akidah kaum muslimin yang yakin bahwa hanya Nabi saja yang diberi wahyu oleh Allah dan diperintahkan untuk menyampaikan pada manusia. Dengan wafatnya Nabi Muhammad wahyu Allah telah terputus, tidak ada lagi wahyu yang turun setelah Nabi wafat. Mungkin teman anda yang syiah akan berfilsafat kesana kemari untuk menyangkal adanya wahyu yang turun pada para imam. Namun percayalah, filsafat ini tidak berguna, karena dalam literatur syiah tercantum nukilan dari imam yang menegaskan hal itu. Imam Ar Ridha (Ali bin Musa Al Kazhim) ditanya tentang perbedaan antara Nabi, Rasul dan Imam? Imam menjawab: :
Perbedaan antara rasul, Nabi dan imam: bahwa rasul didatangi oleh jibril, dia melihat jibril dan mendengar ucapannya, dan diberi wahyu, bisa jadi rasul mendapat wahyu melalui mimpi seperti mimpi Ibrahim as, Nabi bisa jadi mendengar wahyu atau melihat malaikat tetapi tidak mendengar apa-apa, sedangkan imam adalah mendengar wahyu tetapi tidak melihat malaikat. Bisa dilihat dalam kitab Al Kafi Kitabul Hujjah, Bab Farq baina Rasul, wan Nabi wal Muhdats jilid 1 hal 176.
Ini jelas menegaskan bahwa imam mendapatkan wahyu dari langit. Ini menandakan syareat tidak putus setelah wafatnya Nabi, artinya syareat Islam yang dibawa oleh Nabi tidak sempurna, sehingga masih harus disempurnakan oleh para Imam. Berarti ajaran Islam yang sejati adalah yang turun pada para imam, tetapi di mana kita mendapati sabda para imam? Kita menginginkan sabda para imam, karena yang wajib diikuti adalah para imam, bukanlah ulama-ulama syiah hari ini, yang mana mereka tidak maksum. mengapa kita tidak bisa mengakses ajaran para imam secara langsung lewat kitab-kitab hadits syiah? Mengapa kitab-kitab yang memuat riwayat dari para imam susah didapat?
Lebih dari itu, para imam diyakini oleh syiah memiliki sifat-sifat tertentu yang tidak pernah kita dengar dari Al Qur’an dan keterangan Nabi sendiri. bahkan disebutkan bahwa para imam adalah lebih pandai dari para Nabi. Ajaran ini tidak dikenal dalam Islam selama ini, karena dalam Al Qur’an hanya ada disebutkan tentanga para Nabi, tidak ada penjelasan tentang imam seperti dipahami oleh syiah. Mereka hendak menggambarkan bahwa imam mereka adalah manusia super yang layak untuk memegang jabatan imam. Ini bukanlah omong kosong, tetapi keterangan yang tercantum dalam sebuah kitab rujukan syiah yaitu Biharul Anwar. Kita simak bersama:
Dari Abdullah bin Tammar dia mengatakan: saya bersama Abu Abdillah dalam kamar, dia bertanya: apakah kita dimata-matai? Kami menengok ke kiri dan ke kanan, kami mengatakan: di sini tidak ada mata-mata, lalu Abu Abdillah mengatakan: Demi Rabb Ka’bah -tiga kali- jika aku bersama Musa dan Khidr pasti aku akan memberitahu mreka berdua bahwa aku lebih mengetahui dari mereka berdua, aku akan memberitahu mereka apa yang mereka tidak ketahui dari mereka berdua”
Bisa dilihat dalam Biharul Anwar jilid 26 hal 294. Riwayat ini membuat bulu kuduk kita berdiri, bagaimana tidak, Imam merasa lebih pandai dari para Nabi. Jika tidak melalui wahyu dari mana Imam bisa lebih pandai dari para Nabi? Tapi anehnya mengapa imam takut pada mata-mata dan tidak berani terus terang mendakwahkan ajarannya pada manusia? Mengapa manusia lain dibiarkan sesat karena tidak tahu ajaran imam? Juga riwayat ini mendorong penganut syiah untuk tetap berada dalam mazhabnya, karena mazhabnya adalah lebih bagus dari mazhab yang dianut oleh para Nabi. Jika kita bandingkan dengan mazhab ahlussunnah, tidak akan pernah ditemukan dalam buku imam mazhab -bahkan pengikutnya- tulisan bahwa imam syafii -misalnya- lebih pandai dari Nabi Musa, begitu juga para imam mazhab lainnya. Ini juga menunjukkan perbedaan yang jauh antara mazhab ahlussunnah dan syiah. Ahlussunnah tidak pernah mengatakan ulamanya lebih pandai dari para Nabi misalnya. Para ulama maupun imam mazhab dalam ahlussunnah adalah manusia biasa yang belajar menuntut ilmu dari manusia juga, bukan menerima wahyu dari Allah. Karena mereka manusia biasa, mereka juga bisa melakukan kesalahan. Lain dengan para imam syiah, mereka tidak mungkin salah dan keliru karena mereka lebih pandai dari para Nabi.
Di mana kita dapat mengakses ajaran para Imam yang lebih berilmu daripada Nabi Musa? Ajaran para imam dapat diakses melalui kitab-kitab syiah yang ada -tapi disembunyikan dari orang awam-, karena imam lebih pandai dari para Nabi maka tidak boleh dibantah maka riwayat-riwayat itu harus diikuti. Lebih dari itu, para imam syiah diyakini berada di tingkatan yang lebih tinggi dari para Nabi, karena para Nabi diciptakan dan tunduk pada wilayah Ali. Kita lihat lagi dalam Biharul Anwar: Abu Abdillah mengatakan : demi Allah, Adam tidak akan diciptakan oleh Allah dengan TanganNya dan tidak akan ditiup ruhnya oleh Allah kecuali dengan mengakui kepemimpinan Ali. Musa tidak akan diajak bicara oleh Allah kecuali dengan pengakuan atas kepemimpinan Ali. Allah tidak akan menjadikan Isa sebagai tanda kebesaran Allah kecuail atas ketundukannya pada Ali. Dan Hamba tidak berhak untuk dilihat oleh Allah kecuali dengan ibadahnya pada kami(para imam). Bisa dilihat dalam Biharul Anwar jilid 26 hal 294
Riwayat ini lebih jelas lagi menunjukkan superioritas para imam dibanding para Nabi. Seakan perintah untuk beriman pada kepemimpinan Ali adalah sebuah syareat yang sudah berumur panjang, sudah ada sejak jaman Nabi Adam, dan para Nabi pun diperintahkan untuk beribadah pada Ali dan para imam. Bukannya beribadah mengabdi pada Allah tetapi mengabdi pada para imam. Sangat wajar kita bertanya-tanya tentang mana yang lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah? Nabi ataukah Imam? Seorang muslim pasti akan meyakini bahwa Nabi lebih mulia dan lebih utama daripada Imam, karena di dalam Al Qur’an tidak ada ayat yang menerangkan keutamaan imam daripada Nabi. Bahkan tidak ada satu ayat pun yang menyinggung imam seperti yang dipahami oleh syiah, yang nampak dari riwayat di atas. di sini kita bertanya, kita mengikuti Al Qur’an atau mengikuti riwayat-riwayat syi’ah yang tidak jelas asal usulnya?
Lagipula orang muslim yang berakal sehat akan bertanya mengkritisi pemahaman imamah menurut syiah, jika memang para Nabi diperintahkan untuk beriman pada kepemimpinan Ali mengapa dalam Al Qur’an tidak disebutkan kepemimpinan Ali? Atau jika memang kepemimpinan Ali sudah digariskan utnuk diimani oleh para Nabi, mengapa kepemimpinan Ali tidak terwujud setelah wafatnya Nabi? Allah bisa mengangkat Nabi untuk berdakwah di tengah kaumnya, dan telah terbukti sebagaimana dalam Al Qur’an, tetapi mengapa Allah tidak bisa mengangkat Ali menjadi khalifah sepeninggal Nabi? Ini membuktikan bahwa kepemimpinan Ali memang tidak pernah ada dalam AL Qur’an, dan bukan merupakan ajaran yang wajib diikuti oleh siapa pun, karena yang memegang hak untuk mewajibkan dan melarang sesuatu yang berkaitan dengan agama hanyalah Allah semata. Dalam Al Qur’an tidak disebutkan nama Ali, sebuah nama yang wajib diikuti oleh para Nabi, jika wajib diikuti oleh para Nabi tentu sudah pasti wajib diikuti oleh ummat, tetapi kita tidak mendapati perintah untuk beriman pada kepemipinan Ali dalam AL Qur’an. Berarti kita tidak wajib beriman pada kepemimpinan Ali, karena tidak diperintahkan oleh Allah.
Karena dalam Al Qur’an tidak ada, maka perlu adanya riwayat-riwayat untuk menjelaskan superiroritas para imam dan wajibnya mengikuti dan mengakui kepemimpinan mereka. riwayat-riwayat itu terpaksa dibuat agar orang mau mengimani kepemimpinan ahlulbait -Ali dan 11 anak cucunya-. (www.arrahmah.com)