Serang (armnews) – Abdul Aziz alias Imam Samudra, terpidana mati Bom Bali I mengatakan, peninjauan kembali (PK) pada pekara dirinya adalah perlu, karena pemerintah mengadili dirinya serta dua temannya mengunakan undang-undang yang bertentangan dengan aturan hukum di Indonesia.
Hal tersebut dikatakan Imam saat dibesuk keluarga dan Tim Pembela Muslim (TPM) di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Batu Nusakambangan Cilacap Jawa Tengah. Imam serta dua temannya juga menandatangani surat PK yang mereka ajukan sendiri “ Lho, PK itu perlu, karena menjerat dengan undang-undang yang bertentangan dengan aturan hukum di Indonesia, “ kata Imam.
Seperti diketahui, hingga saat ini baik Imam Samudra, Amrozy dan Mukhlas serta TPM masih mempertanyakan keabsahan putusan pengadilan yang mengacu pada Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 dan Nomor 2 tahun 2002 tentang Pemberantasan Terorisme. Sebab, perpu yang sudah disempurnakan menjadi UU 16 Tahun 2003 itu dibuat setelah kasus peledakan bom Bali I terjadi. Padahal, konstitusi Indonesia tidak mengenal asas retroaktif dalam perundang-undangan.
Dengan diajukannya PK kembali, bukan berarti Imam Samudra takut dieksekusi, namun karena undang-undang yang dipakai oleh pemerintah bertentangan dengan konstitusi Indonesia. “ Apalagi dengan hukum Islam, dengan hukum indonesia saja masih bertentangan, “ katanya.
Ia melakukan PK untuk menunda-nunda eksekusi, tidak seperti yang dilakukan oleh Tibo CS yang mengajukan PK dan setelah ditolak mengajukan grasi.” Kalo tibo melakukan PK dan minta grasi karena takut hukuman mati, kenapa kami taku pada kematian, kematian kan pasti, “ katanya.
Hal senada diucapkan kordinator TPM pusat Achmad Mihdan, PK yang dilakukan sendiri oleh ketiga terpidan bukan untuk mengulur-ulur waktu, melainkan hanya sebagai ketegasan bahwa apa yang dilakukan pemerintah terhadap mereka berlawanan dengan konstitusi Indonesia. “ Kami bukan menggulur-ulur waktu, “ kata Michdan.
Bahkan ia menilai, pemerintah yang mengulur-ulur waktu para terpidana yang seharusnya dieksekusi. “ Banyak terpidana mati yang belum dieksekusi, kalau Imam Cs kan nomor seratus sekian, dari terpidana mati, “ ujarnya.
Ia juga menjelaskan, terpidana mati bukan hanya Imam samudra saja, melainkan banyak ratusan lainnya yang belum dieksekusi. “ Ada yang sudah 35 tahun mendekan dipenjara LP Batu, tapi belum juga dieksekusi, “ ucap Michdan.
Sementara dalam kunjungan tersebut terungkap, rencana pernikahan Amrozy dengan Siti Romlah, mantan istri pertamanaya. Yang rencananya akan dilangsungkan di LP tersebut. “ Insya Allah, tanggal 12 Mei, “ kata Marno, sepupu Amrozy.
Imam Samudra yang dikunjungi anak isti serta orang tua dan teman-temannya dari Serang nampak lebih tenang dan ceria ketika menerima kedatangan mereka. Bahkan ia masih menyempatkan diri mengajari anak pertamanya Umar Jundul Haq ilmu tentang komputer.
Oleh : Lulu Jamaludin (kontributor arrahmah.com)