Di provinsi Cina tengah, Henan, pemandangan seorang muslimah memimpin shalat jamaah muslimah di sebuah masjid sudah tidak menjadi hal yang asing.
“Semuanya dimulai karena wanita Muslim ingin mempelajari studi agama dasar,” kata peneliti Shui Jingjun, yang juga Muslim Hui, kepada ABC News Australia pada hari Rabu (5/3/2014).
“Itulah sebabnya mereka memulai kelas-kelas khusus perempuan. Imam perempuan dimulai pada dinasti Qing sekitar pertengahan abad ke-18.”
Selama dekade terakhir, Muslimah telah memimpin ibadah dan mengajarkan nilai-nilai Islam untuk jamaah masjid di provinsi Henan.
Salah satu imam, Ge Caixia, memimpin shalat sekitar 50 jamaah.
Berdiri di tengah-tengah shaf pertama, ia memimpin semua shalat di masjid wanita, kecuali shalat jenazah.
“Ketika kami harus melakukan shalat jenazah, seorang pria lah yang memimpin,” kata Ge Caixia.
“Wanita itu hanya bisa berpartisipasi.”
Menurut data resmi, Cina memiliki 20 juta Muslim, sebagian besar dari mereka terkonsentrasi di daerah-daerah dan propinsi-propinsi Xinjiang, Ningxia, Gansu, dan Qinghai.
Secara tidak resmi, kelompok Muslim mengatakan angka tersebut bahkan lebih tinggi, dan menyatakan bahwa ada 65-100 juta Muslim di Cina – mencapai hingga 7,5 persen dari populasi.
Ge Caixia menjelaskan bagaimana kebanyakan orang memperlakukannya dengan baik. Namun tetap ada beberapa pengecualian.
“Saya bertemu dengan seorang imam laki-laki ketika saya masih di barat laut China,” kenangnya.
“Dia mengatakan bahwa perempuan harus tinggal di rumah, membiarkan suami mereka mengajar mereka dan mengatakan kepada saya cara mereka melakukan hal-hal yang lebih baik.”
“Saya kira itu praktek mereka tapi itu bukan cara Islam.”
Dalam shalat, imam perempuan tidak boleh memimpin jamaah laki-laki. Tetapi imam perempuan boleh memimpin shalat jamaah perempuan, dan ini terjadi di mana imam perempuan memimpin shalat para jamaah perempuan masjid khusus perempuan di Cina.
Dalam Islam, seorang muslimah diperbolehkan untuk memimpin rekan-rekan muslimahnya dalam shalat berjamaah jika tidak ada laki-laki yang memimpin jamaah.
Meskipun imam perempuan bukan hal yang baru bagi masyarakat China, menemukan generasi baru perempuan yang bisa menjadi imam shalat bukanlah hal yang mudah.
Empat murid yang diajarkan oleh Ge Caixia memilih untuk mengejar impian mereka yang lain.
Salah satu dari mereka menikah dengan seorang imam masjid dan mengurus urusan Muslimah di masjid mereka.
“Ini tidaklah realistis untuk mengharapkan pemudi menyerahkan karir mereka untuk menjadi imam perempuan [di masjid khusus perempuan],” kata Ge Caixia.
“Menjadi imam perempuan memerlukan keahlian khusus, Anda harus memiliki pengetahuan yang sangat mendalam dan menyeluruh mengenai agama dan memiliki kepercayaan diri dan tanggung jawab untuk memenuhi panggilan ini.” (banan/arrahmah.com)