Di Indonesia Nabi Muhammad SAW, Nabi yang menerima wahyu Allah berupa Al Qur’an, pernah bermuka masam kepada Abdullah bin Ummi Maktum. Lalu turunlah ayat-ayat surat Abasa. Namun Syiah marah-marah dan tidak bisa menerima hal itu, karena Nabi –seorang yang maksum- tidak layak untuk bermuka masam pada orang beriman. Hal itu menyelisihi kepatutan yang menjadi kelaziman seorang yang Maksum. Akhirnya mereka pun menghujat Ahlussunah dan menuduh Ahlussunnah Membenci Nabi, karena menuduhnya bermuka masam menghadapi seseorang yang sedang mencari hidayah.
Di Indonesia pernah ada sebuah buku yang ditulis oleh seseorang bernama Husein Al Habsyi –telah meninggalkan dunia ini-, yang berjudul Nabi Tidak Bermuka Masam. Saya pernah melihatnya entah kapan dan di mana, saya sudah lupa, tapi saya tidak lupa judulnya. Jika tidak keliru buku itu juga sudah dibantah oleh mantan panglima laskar jihad, Ja’far Umar Thalib, Kita bertanya-tanya ke mana umat syiah saat kaum Muslimin dibantai di Ambon dan Poso, tidak pernah terdengar beritanya, baik dari media massa maupun dari orang-orang yang tempo hari ikut berjihad.
Dalam kitab Shahih min Sirati An Nabiy Al A’zham -jilid 3 hal 162- Ja’far Murtadha mengatakan:
Begitulah, tangan-tangan kotor terpercaya sengaja merubah riwayat ini hingga konon Nabi mengatakan: selamat datang, wahai orang yang karenanya saya ditegur oleh Allah, bisa dilihat dalam kitab-kitab tafsir seperti Ad Durr Al Mantsur dan kitab lainnya.
Akhirnya Ja’far Murtadha mengatakan bahwa yang shahih adalah riwayat dari Ja’far As Shadiq bahwa yang berpaling adalah seseorang dari bani Umayah, dalam riwayat itu tidak disebutkan namanya.
Tetapi sayangnya perilaku buruk itu dilakukan juga oleh salah satu imam syiah yang konon maksum, yaitu Ali bin Abi Thalib. Saat itu Ali memanggil Ashim’ bin Ziyad, yang meninggalkan kehidupan dunia dan mengurung diri:
Ashim datang, Ali pun bermuka masam melihatnya, dan berkata: Apakah kamu tidak malu pada keluargamu? Apa kamu tidak kasihan pada anakmu…..
Nahjul Balaghah Khutbah 167
Tafsir Nur Ats Tsaqalain jilid 5 hal 189
Wasa’il Syiah jilid 5 Bab Dibenci bagi orang yang berkeluarga untuk berpakaian kasar dan mengasingkan diri dari kehidupan dunia.
Majma’ul Bayan jilid 5 hal 88
Thaharatul Maulid 261 – 267
Ternyata imam yang maksum pun bermuka masam, yang semestinya berseri-seri karena hendak menasehati sahabatnya yang berbuat yang tidak semestinya. Namun meskipun demikian umat syiah masih menganggap Ali sebagai maksum, otomatis menganggap perbuatan bermuka masam adalah perbuatan baik yang tidak menggugurkan kemaksuman, maka orang maksum masih tetap maksum walaupun dia bermuka masam. Lalu mengapa Nabi mustahil untuk bermuka masam dan Ali boleh melakukannya? Jika Nabi tidak layak untuk bermuka masam maka demikian dengan Ali.
Sepertinya pembaca lebih beruntung, karena kita berkesempatan menelaah isi kitab syiah lebih banyak dari penulis kitab sejarah Nabi di atas – Ja’far Murtadha- yang menulis 10 jilid tentang sejarah Nabi. Begitulah ulama syiah, belum banyak menelaah sudah sok menulis buku. Atau Ali boleh bermuka masam namun tidak demikian halnya Nabi?
Pada makalah sebelumnya kita bahas bahwa umat syiah meyakini bahwa para imam terpelihara dari kesalahan dan lupa sejak lahir sampai mati.
Ar Rahamah Media http://www.arrahmah.com The State of Islamic Media