ALGERIA (Arrahmah.com) – Washington Post melaporkan bahwa pejabat CIA di Algeria telah dipanggil ke Washington untuk penyelidikan karena memperkosa dua perempuan Algeria setelah mencampurkan obat bius ke dalam minuman mereka terlebih dahulu di kediamannya.
Dalam artikel tersebut dikatakan:
Perempuan pertama, seorang warga Algeria yang selalu memegang paspor Jerman memberi keterangan pada petugas kedutaan bahwa ia diserang Warren setelah bertemu dengannya pada sebuah pesta di rumahnya. Ia mengatakan Warren menawarkan minuman yang sebelumnya telah dipersiapkan. Kemudian, setelah minum agak banyak ia merasa sakit dan mengalami gejala yang bukan seperti efek fisiologis dari alkohol. Paginya ia bangun dan sudah berada di atas tempat tidur dengan keadaan telanjang tanpa mengingat apa yang sudah terjadi.
Perempuan kedua, warga Algeria yang sudah menikah dan tinggal di Spanyol, menceritakan pada petugas kedutaan bahwa ia mengalami sakit yang luar biasa setelah mengonsumsi dua gelas minuman di tempat kediaman Warren 17 Februari lalu. Ia kehilangan kesadaran dan terbangun ketika Warren memperkosanya. Ia kembali pingsan dan setelah itu tak mampu mengingat bagaimana ia bisa pulang ke rumahnya. Dalam pernyataan tertulis, pihak penyelidik mengatakan bahwa Warren melakukan tindakan pelecehan seksual yang mengerikan tersebut bukan tanpa sebab.
Selanjutnya, artikel tersebut menyatakan:
ABC, mengutip keterangan petugas yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan identitas perempuan-perempuan tersebut telah direkam dalam sebuah videotape yang ditemukan di kantor CIA setempat. Dalam rekaman tersebut, yang dibuat secara rahasia, pejabat CIA melakukan pelecehan seksual dengan beberapa perempuan, termasuk satu korban yang kondisinya setengah sadar dalam kasus tersebut.
Mari kita lihat apa yang diceritakan dalam kasus ini:
Pertama, orang-orang yang memiliki kesamaan biasanya berkumpul di tempat yang sama. Di kantor, tempat tinggal, dan tempat berkumpul, para pejabat imperialis Amerika ini biasanya selalu berperilaku seperti sampah. Tentara-tentara Amerika menyebarkan perilaku cabul mereka di Thailand, Filipina, dan sekarang di Irak dan Dubai. Rakyat sipil mereka pun hadir dengan membawa misi dan berkedok kelompok intelektual dengan banyak jaringan mata-mata.
Kedua, pejabat itu selalu mengadakan pesta di tempat tinggal mereka dan mengundang orang-orang yang ada di sekitarnya. Ia tidak mungkin mengadakan pesta di rumahnya sendiri yang ada di tengah-tengah kota dengan Muslim mayoritas jika ia tidak bisa merasa aman dan memastikan keamanan atas keberadaannya. Para pejabat Amerika tersebut telah memperlihatkan pada kita bahwa mereka beraksi ketika mereka berada di negeri-negeri Muslim, dan tidak bisa melakukannya di wilayah yang masih ada dalam pengawasan AS. Faktanya mereka takut diinvestigasi oleh pemerintah AS, bukan oleh pemerintah Muslim yang membiarkan mereka tinggal. Rasa aman ini tidak mungkin terwujud tanpa dukungan penuh dan keterbukaan akses yang diberikan oleh penguasa murtad di negeri-negeri Muslim dan fatwa-fatwa yang diisukan oleh para sarjana ‘zona hijau’ sesuai ‘pesanan’.
Ibaratnya, AS ingin masuk ke tanah Muslim tapi harus berhadapan dengan begitu banyak onak dan duri sehingga mereka harus memakai sepatu yang tebal agar bisa berjalan di atas tanah kita. Tetapi kemudian, sepatu mereka menjadi kotor dan terlihat sangat tidak menyenangkan sehingga mereka menyewa pembersih sepatu yang akan selalu membuat sepatu mereka tetap bersih dan mengkilap setiap saat.
Sepatu ini diibaratkan sebagai penguasa dzalim di negeri Muslim yang memberi kebebasan akses dan selalu mendukung AS, dan pembersih sepatunya adalah kaum intelektual pembuat fatwa yang mendukung dan melindungi penjajah tanah kita sendiri. Reputasi pemerintahan macam ini tidak bisa tegak di antara masa yang mudah tertipu jika sarjana-sarjana korup itu tidak melindungi. Amerika memiliki citra yang buruk dan siapapun yang berdiri bersamanya akan ikut tercemar. Sarjana-sarjana ‘zona hijau’ inilah yang ikut memoleskan citra pemerintahan yang korup ini. Mereka adalah para penjilat, sarjana yang menjual agamanya untuk imbalan yang tak pernah setimpal.
Jika saja ada suatu operasi pembunuhan pejabat CIA di Algeria, maka sarjana-sarjana itu akan marah dan mengutuk. Tapi sekarang, tunggu dan lihatlah apa yang akan mereka katakan terhadap aksi pemerkosaan ini? Akankah mereka muncul dan memproklamirkan kekuasaan mereka pada situasi yang seharusnya? Apakah mereka berani menunjukkan pada kita bahwa pejabat CIA itu harus ditangkap dan segera dieksekusi jika bersalah?
Fakta bahwa pejabat CIA ini meminta ampun adalah bohong belaka sebab posisinya sebagai petugas CIA pun sudah menandakan bahwa ia murtad. Bedanya permohonan ampun yang ia keluarkan ada dalam kekuasaan kafir atau ridah.
Pemerintah seperti sangat lemah. Media AS telanjur mengutip cerita tersebut dan para pejabat AS sudah berbicara bebas menentang kejadian tersebut. Di samping itu, juru bicara Kedutaan Algeria di Washington sendiri tidak segera menanggapi laporan tersebut.
Semoga Allah memberi kehancuran atas kalian semua! (Althaf/arrahmah.com)