(Arrahmah.com) – Dua peristiwa penting terjadi di Cape Town, Afrika Selatan pada 29 September 1969. Pertama adalah pawai pemakaman besar-besaran -sekitar 40.000 orang- membawa jenazah Imam Abdullah Haron (45) sejauh 10 km ke pemakaman Muslim Mowbray. Sedangkan yang kedua adalah gempa bumi yang langka dan besar mengguncang bumi pada malam harinya.
Bagi banyak orang yang menghadiri pemakaman, kedua peristiwa ini terkait erat. Mereka mengatakan kematian imam perintis anti Apartheid Afrika Selatan itu sangat menyakitkan dan mengejutkan.
Sebagaimana dikutip dari BBC pada Rabu (30/9/2020), Imam Haron meninggal di sel polisi pada 27 September 1969, setelah 123 hari kurungan isolasi dan interogasi.
Dia berada di sel polisi karena dituduh terlibat dalam perjuangan melawan sistem rasis apartheid.
Kematiannya menjadi kematian pertama tokoh agama dari agama manapun yang tewas dalam tahanan rezim apartheid. Kejadian ini menjadi bukti bahwa agama apapun tidak aman dari negara supremasi kulit putih yang menindas.
Katedral St Paul yang terkenal di London, untuk pertama kalinya memperingati kematian di luar pemeluk agamanya ketika Imam Haron dikabarkan meninggal.
Polisi Afrika Selatan sendiri kala itu mengatakan dia meninggal setelah jatuh dari tangga.
Namun hal ini tidak dapat diterima warga sebab di badan Imam Haron terdapat 27 luka memar dan 2 tulang rusuk patah. Terlebih kala itu polisi Afrika Selatan terkenal sering melakukan penyiksaan dan pemukulan.
(hanoum/arrahmah.com)