(Arrahmah.com) – Selama masa reformasi, terutama setelah rezim SBY berkuasa (2004-sekarang), gerakan anti Islam, aliran sesat, kaum oportunis, seakan dimanjakan secara legal formal. Mereka bebas berkeliaran di dalam negeri menawarkan ideologi setan dan amal iblis. Atas nama kebebasan berekspresi, komunitas durjana ini, merasa berhak untuk menista Islam dan menghina Nabi serta kaum Muslim.
Maraknya perilaku mungkar dari komunitas anti agama di Indonesia, seperti mendapat energi baru dengan kehadiran para Homo dan Lesbi Asing seperti Irshad Manji, yang masuk ke Indonesia melalui jalur Liberalisasi Agama dan budaya. Mereka mengintervensi budaya unggul dan kemuliaan agama di Indonesia dengan bantuan antek-antek Asing. Dan yang terbaru, munculnya pemikiran primitif dan moral bejat melalui film innocence of Muslim, garapan aktivis zionis yahudi Sam Bacile alias Nakoula Basseley Nakoula.
Di antara ciri-ciri komunitas anti agama ini adalah, mengaku beragama tapi membenci ajaran agama. Mengaku bertuhan, tapi anti ajaran tuhan yang dianggap dogma dan tidak relevan dengan zaman modern. Mereka melegitimasi kezaliman terhadap pengikut agama atas nama HAM dan demokrasi.
Popularitas dan kewibawaan Islam di Indonesia, sudah lama dicemburui dan dibenci kaum antiagama. Sehingga segala upaya dilakukan untuk meracuni rakyat Indonesia supaya benci terhadap agama.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, persekutuan kaum antiagama di Indonesia mulai merambah ke berbagai sektor kehidupan masyarakat. Mereka menyebar kebencian berdasarkan stigmatisasi terorisme, radikalisme, HAM, toleransi beragama, pembelaan terhadap minoritas. Lalu menjadikan Islam sebagai obyek penyerangan dan kebencian.
Logika egoisme kebebasan, bahwa siapapun berhak menggunakan kebebasan berekspresi, termasuk menghina nabi. Jika demikian, apakah setiap orang juga bebas mengekspresikan kemarahan sekalipun dengan bom, sebagai wujud kebebasan berekspresi?
Prasangka membabi buta terutama diarahkan apa yang mereka sebut sebagai ilusi negara Islam, proyek syari’ah Islam, wahabi berdarah, Rohis sarang teroris. Lalu mereka menawarkan ideologi anti kekerasan, toleran, demokratis, dan bebas. Untuk tawaran ini diikuti dengan fasilitas finansial, beasisiswa kuliah ke Amerika atau Eropa, popularitas seni, budaya, media massa dan juga kedudukan di birokrat.
Allah berfirman: “Orang-orang kafir berkata kepada orang-orang mukmin:” Wahai orang-orang mukmin, ikutilah cara hidup kami. Kami akan menanggung segala dosa kalian selama kalian mengikuti kami. Padahal sebenarnya orang-orang kafir itu tidak sedikit pun sanggup menanggung dosa-dosa mereka sendiri. Sungguh orang-orang kafir itu berdusta.Orang-orang kafir kelak akan menanggung dosa-dosa mereka sendiri ditambah dosa orang-orang lain yang mengikuti mereka. Pada hari kiamat kelak, mereka akan dimintai tanggung jawab atas semua kebohongan yang telah mereka lakukan di dunia.” (Qs. Al Angkabut, 29:12)
Gerakan Anti Agama
Kelemahan pemerintahan koruptor di bawah kepemimpinan SBY dimanfaatkan untuk rehabilitasi komunitas anti agama, komunisme, liberalisme, demokrasi bar-bar, aliran sesat. Komunitas ini bermunculan secara bebas, primitif tanpa moral. Sementara aktivitas keagamaan seperti Rohis (kerohanian Islam) di SLTA dilabeli stigma negatif dan jahat.
Keinginan membangkitkan paham komunis di Indonesia, terutama di kalangan kader-kader PKI, PRD, yang sekarang bercokol di lembaga negara, eksekutif, legislatif dan posisi strategis lainnya, nampaknya tidak pernah mati. Mereka menggunakan taktik politik legal formal, melalui lembaga kepresidenan dan Mahkamah Konstitusi. Nampaknya tidak pernah seperti fenomena dan fakta di bawah ini.
Adanya rencana permintaan maaf Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada para mantan anggota PKI, yang mereka katakan sebagai korban G30S tahun 1965-1966. Kemudian tuntutan Komnas HAM untuk membentuk pengadilan HAM atas pelanggaran HAM berat 1965-1966; dan berbagai aktivitas dari para mantan PKI di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur; merupakan upaya membangun kembali puing-puing PKI yang sudah diharamkan eksistensinya di Indonesia.
Pernyataan Mahfidz MD, Ketua Mahkamah Konstitusi itu menguatkan mimpi kader-kader PKI ini. Mahfud telah menyalah gunakan fasilitas lembaga negara, dengan pernyataannya: bahwa keberadaan golongan penganut atheis dan komunis di Indonesia diperbolehkan. Hal tersebut mengacu pada konstitusi bahwa kebebasan harus dianggap setara.”
Sikap presiden dan pernyataan Mahfud MD patut dipertanyakan. Apakah penganut atheisme dan komunisme telah berubah dari paham anti tuhan dan anti agama? Ataukah orientasi pemerintahan SBY dan juga Ketua MK, mengkhianati UUD 1945 yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan condong pada paham komunis?
Aktivitas para anggota PKI akhir-akhir ini, bukan sekadar ancaman di Indonesia, tapi kenyataan yang harus dilawan dan dimusnahkan. Ketika orang lain tidak mempersoalkan keberadaan mereka, merupakan kesempatan untuk mengkonsolidasikan diri dan memperkuat dukungan massa dengan menggunakan isu SARA, HAM, anti kekerasan dan toleransi budaya dan agama.
Reinkarnasi PKI di Indonesia masih menggunakan gaya lama, yaitu merekrut pelajar mahasiswa, menggunakan kampus-kampus Islam, menghidupkan diskusi di kampus dan sekolah-sekolah. Gerakan mahasiswa yang mulai muncul sejak tahun 1993 ini, sekarang mulai menyusup ke kampus-kampus Islam. Mereka menggunakan kampus-kampus Islam untuk melahirkan intelektual muslim yang bisa memperalat agama untuk tujuan regulasi revolusi komunis.
Selain itu, harus diwaspadai cara baru kader komunis. Misalnya, mengundang penyanyi setan Lady Gaga, penyebar lesbian Irsyad manji. Dan yang terbaru, rencana menjadikan Jakarta sebagai tuan rumah Miss World 2013.
Kriminalisasi Agama
Kelemahan pemerintahan koruptor di bawah kepemimpinan SBY dimanfaatkan untuk rehabilitasi komunitas anti agama, komunisme, liberalisme, demokrasi bar-bar, aliran sesat. Komunitas ini bermunculan secara bebas, primitif tanpa moral.
Sementara aktivitas keagamaan seperti Rohis (kerohanian Islam) di SLTA dikriminalisasi sebagai sarang teroris, seperti distigma oleh Sidney Jones beberapa waktu lalu, dan sekarang dibangkitkan lagi oleh komunitas anti agama.
Pertanyaannya, mengapa umat Islam sendiri tidak mampu menggunakan fasilitas negara secara legal formal untuk menegakkan syari’at Islam? Apakah parpol dan ormas Islam tidak mau merobah paradigma berfikir dan bertindak dalam menghadapi lawan-lawan politiknya? Berhentilah lebay, dan taatilah perintah Allah:
“Ikutilah Al-Qur’an yang diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian, dan janganlah kalian menjadikan selain Al-Qur’an sebagai panutan. Sungguh amat sedikit ajaran-ajaran Al-Qur’an yang kalian jadikan pelajaran.” (Qs. Al A’raf, 3).
Jogjakarta, 6 Oktober 2012
Oleh: Ust. Irfan S. Awwas
Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin